Wali Kota Kediri Persempit Kampus Universitas Brawijaya

berita |

         Wali Kota Kediri meninjau ulang rencana pendirian kampus Universitas Brawijaya Malang di wilayah kerjanya. Pemerintah setempat akan mempersempit lahan kampus dan melarang penguasaan ekonomi oleh pihak universitas.

       Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengutus tim khusus ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta untuk melacak kerja sama pembangunan kampus oleh Universitas Brawijaya Malang dengan wali kota lama, Samsul Ashar. “Harus jelas untuk siapa peruntukan lahan yang akan kami hibahkan,” kata Abdullah kepada Tempo, Jumat, 2 Mei 2014.

          Sejak penandatanganan kerja sama antara Pemerintah Kota Kediri dan Rektor Universitas Brawijaya pada 2011, hingga kini pembangunan kampus tersebut tak kunjung direalisasi. Para mahasiswa yang telanjur mendaftar terpaksa menumpang kuliah di kantor Badan Kepegawaian Daerah dan kampus Universitas Pawyatan Daha.

          Padahal, pemerintah kota berjanji akan menghibahkan tanah seluas 23 hektare di Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, kepada Universitas Brawijaya. Sedangkan biaya pembangunannya diserahkan kepada pihak Universitas Brawijaya. Juga penentuan tata kelola perkuliahan. 

         Wali Kota Abdullah menilai tanah seluas 23 hektare terlalu luas untuk pendirikan kampus. Ia akan memangkasnya menjadi 15 hektare saja. Abdullah juga melarang kampus membangun pusat bisnis di kawasan kampus sesuai dengan gambar perencanaan. Sebab, pusat bisnis itu dianggap mengancam hajat hidup masyarakat sekitar yang sudah berharap banyak bisa membuka bisnis pekerjaan di sekitar lokasi kampus. “Berikan saja peluang usaha seperti makanan, rumah kos, dan jasa lainnya kepada warga,” kata Abdullah.

          Universitas Brawijaya juga diwajibkan mempekerjakan warga sekitar sebagai tenaga teknis kampus. Demikian pula soal tenaga pengajar, yang diminta sebisa mungkin tidak berasal dari luar Kota Kediri.

          Hingga kini belum diketahui respons Universitas Brawijaya perihal perubahan rencana kerja sama itu. Namun warga Kelurahan Mrican menyambut baik sikap Wali Kota yang dianggap melindungi mereka. Mereka juga tak menginginkan Universitas Brawijaya mendirikan asrama mahasiswa, yang menjadi peluang usaha warga setempat. “Saat ini sudah banyak yang membangun kos-kosan,” kata Hadi Kusuma, salah satu warga yang berharap pendirian kampus segera direalisasikan.

MAJALAH TEMPO