Keberhasilan Kota Kediri dalam mempertahankan predikat sebagai Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) terbaik se-Jawa Bali, menjadikan Kota Kediri sebagai salah satu kota rujuan bagi daerah lain yang melakukan studi banding terkait TPID. Dalam kurun waktu dua hari ini, Pemerintah Kota Kediri bersama TPID Kota Kediri menerima tamu yang datang dari Provinsi Kalimantan Selatan dan TPID Kabupaten Boyolali. Hal ini merupakan sebuah kehormatan bagi Pemerintah Kota Kediri bersama TPID Kota Kediri.
Kunjungan kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan diterima langsung oleh Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar di dampingi oleh Kepala KPwBI Kediri, Joko Raharto beserta anggota TPID Kota Kediri di ruang Kilisuci, Senin (29/10). Sementara Kunjungan Kerja TPID Kabupaten Boyolali berjumlah 12 orang yang diterima oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Enny Endarjati bersama anggota TPID Kota Kediri di ruang Command Center, Selasa (30/10).
Mas Abu, sapaan akrab Walikota Kediri yang juga menjadi Ketua TPID Kota Kediri ini menjelaskan keberhasilan Kota Kediri dalam mengendalikan inflasi tidak terjadi begitu saja. “Sebenarnya pengendalian inflasi di Kota Kediri sudah berjalan sejak tahun 2010, namun kebanyakan masih berhenti di meja rapat, tidak di lanjuti di lapangan. Awalnya memang tidak mudah, namun setelah ada beberapa treatment inflasi Kota Kediri bisa terkendali,”ungkap Mas Abu.
Pemerintah Kota Kediri juga selalu menjaga konsistensi dalam menjaga 4K dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Yang dimaksud dengan 4K adalah kecukupan pasokan komoditas pangan, keterjangkauan harga pangan, kelancaran distribusi dan menjaga komunikasi publik yang efektif.
Dalam sebuah kegiatan kunjungan kerja, pastinya dijadikan sebuah momen untuk saling berbagi pengalaman dan sama-sama belajar. Seperti halnya TPID Kabupaten Boyolali yang menyampaikan beberapa pertanyaan untuk TPID Kota Kediri. Salah satunya adalah Deny, perwakilan dari Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Boyolali yang menanyakan terkait pasar grosir. “Kalau tidak salah, tadi yang diunggulkan adalah pasar grosir. Berkaitan dengan itu, kami mohon skema atau proses yang dimaksud dalam pasar grosir itu bagaimana?,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, TPID Kota Kediri memberikan jawaban dari pertanyaan terkait pasar yang menjadi program unggulan dari TPID Kota Kediri tersebut. Diantaranya adalah Elsa, perwakilan dari KpwBI Kediri yang menjelaskan bahwa Kota Kediri adlah kota konsumen yang dikelilingi oleh daerah produsen di sekitar. Karena hal tersebut, Kota Kediri menggunakan pasar grosir sebagai pemangkas rantai distribusi sehingga bisa mengendalikan harga barang di Kota Kediri. “Mekanismenya, dari petani kita pul ke pasar grosir Ngronggo. Hasilnya biaya distribusi menjadi lebih rendah dan harga yang keluar ke konsumen menjadi lebih murah. Kita juga sosialisasikan ke PD Pasar untuk mengadministrasikan perkembangan stok dan harga yang ada di pasar grosir Ngronggo. Dari data itu kita bisa mengetahui harga tiap komoditas. Nah, dari itu kita tahu saat ada warning harga komoditas dan kita lakukan rapat (FGD) dengan seluruh anggota TPID,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Kediri Semeru Singgih menambahkan, pasar grosir juga menjadi tempat para pengusaha yang mengepul sekaligus memasok ke dalam maupun luar Kota Kediri. Selain itu, Asisten 2 Kota Kediri Enny Endarjati menjelaskan pasar grosir di Kota Kediri masih murni transaksi antara pedagang dan pembeli. “Pasar grosir masih murni dari pedagang dan pembeli, belum ada MoU. Tapi dari pak Walikota ditekankan agar 20% bisa untuk masyarakat Kota Kediri,” ujarnya Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Kediri itu.