Dalam rangka memperingati hari jadi Kota Kediri ke 1139 banyak agenda kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Kediri, salah satu agenda besar yang tak pernah terlewatkan adalah tradisi larung sesaji dan labuh bumi. Tahun ini, tradisi rutin tersebut dilaksanakan pada Minggu (29/07). Dimulai dengan pementasan seni jaranan dan barongan di sisi selatan jembatan brawijaya, sejak pukul 13:00 hingga memasuki acara inti yakni larung sesaji dan labuh bumi pada pukul 15:00.
Tradisi larung sesaji merupakan tradisi mengahanyutkan kepala lembu dan bebek di Sungai Brantas. Kepala lembu yang dilarung merupakan wujud dari kejayaan masa lalu. Sedangkan labuh bumi, menjadi simbol rasa syukur masyarakat Kota Kediri atas hasil bumi yang ada di Kota Kediri. Pada tradisi ini terdapat 3 gundukan atau tumpeng robyong, yakni tumpukan polopendem (umbi-umbian), buah-buahan, sayur-sayuran dan tumpeng nasi kuning. Semuanya disajikan dalam tampah yang kemudian akan diperebutkan masyarakat yang datang.
Dalam prosesi yang digelar di bantaran Sungai Brantas ini, ribuan warga nampak hadir menyaksikan tradisi ini dengan antusias. Untuk diketahui, kenapa tradisi larung saji dan labuh bumi dilakukan di Sungai Brantas, hal itu dikarenakan Sungai Brantas dulunya merupakan pusat perdagangan se Asia.
Hadir di acara tersebut, Asisten I Pemerintah Kota Kediri, Mandung Sulaksono. Dalam sambutannya Mandung mengungkapkan bahwa tradisi ini merupakan budaya lokal yang harus dijaga. “Ini adalah budaya lokal yang harus kita angkat, agar ekonomi di sepanjang Sungai Brantas dan Kota Kediri semakin berkembang,” ungkapnya.
Selain itu, hadir pula Kepala Disbudparpora Kota Kediri Nur Muhyar. Nur mengungkapkan bahwa kegiatan ini adalah murni kebudayaan dan bukan terkait kepercayaan tertentu. Lebih lanjut, Nur menambahkan bahwa dalam tradisi tahun ini, kegiatan kebudayaan juga diberi sentuhan hiburan agar bisa dinikmati masyarakat.