Lebih dari 50 jenazah pasien Covid-19 di Kota Kediri telah mereka makamkan. Para relawan ini bertugas dari awal pandemi hingga kini. Semangat mereka adalah membaktikan diri untuk sesama, ketika tak banyak yang mau berhadapan dengan ancaman yang tak terlihat namun mencekam, Covid-19.
“Kami direkrut sejak awal pandemi. Dulu, tidak ada yang mau karena takut. Siapa yang tidak takut? Baju pun masih pakai jas hujan, APD masih langka,” kata Suhartono, petugas pemakaman, 5/01/2021. Suhartono tidak menghitung dengan pasti, berapa jumlah jenazah yang mereka makamkan.
Bersama 4 rekannya, Kusmaji, Pujiono, Ari Yuana, dan Jemiki Tianto, bertugas sejak awal pandemi. Mereka berlimalah yang memakamkan semua jenazah pasien Covid-19 di Kota Kediri. Sedangkan hari ini, Selasa, 5 Januari 2021, ia sedang melakukan persiapan untuk sebuah pemakamam di Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren. Ada 4 jenazah yang mereka makamkan hari ini.
“Paling banyak yang pernah kami makamkan ada 5 jenazah dalam satu hari,” kata Kusmiaji sembari membuka APD baru dan mengenakannya.
“Alhamdulillah, sekarang sudah dapat APD lengkap dari Pemkot Kediri. APD ini sekali pakai. Kalau sudah selesai, dibakar. Bila pindah tempat meski dalam satu hari, ya pakai yang baru lagi,” tambah Kusmaji.
Dalam hal upah, Kusmiaji dan rekan-rekannya mengaku mendapatkan upah dari Pemkot dalam hal ini Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Kediri. Upah dihitung setiap kali ada pekerjaan dan segera dibayarkan usai pemakaman.
“Kami ini sebetulnya relawan. Kalau tidak ada pemakaman, ya kami punya pekerjaan masing-masing. Ada yang tukang las, punya bengkel, dan lain,” terang Suhartono. Begitu ada pemakaman, mereka dipanggil untuk menguburkan.
“Kami hanya memakamkan jenazah yang terkonfirmasi dari Dinkes Kota Kediri. Permintaan itu dari Dinkes, maka kita jalan. Kalau selain Dinkes, kita tidak melayani,” kata Moch. Syaifudin, Kepala Bidang Permukiman.
Lebih detail lagi, Lingga Gunawan, Kasi Pengelolaan Pemakaman menjelaskan bahwa tugas petugas pemakaman yang direkrut oleh Pemkot adalah mengangkat peti jenazah dari mobil hingga memakamkan dengan protokol Covid-19. Sedangkan untuk menggali liang lahat biasanya dilakukan oleh penduduk setempat. Ada upah tersendiri untuk penduduk tersebut.
“Kami tidak pernah menunda upah. Begitu selesai, langsung kami berikan. Kalaupun ada telat, paling satu dua minggu, itu karena proses administrasi. Kami menghargai jerih payah mereka yang sudah rela membantu tugas ini,” kata Lingga.
Kadis Perkim, Hadi Wahjono mengatakan bahwa tim penggali kubur mendapat upah Rp 2 juta untuk satu titik makam, menggali, dan mengubur. Tim penggali makam yang biasanya penduduk setempat mendapatkan upah Rp 1 juta sedangkan tim petugas pemakaman mendapatkan upah Rp 1 juta rupiah.