JATIMTIMES, KEDIRI – Denyut nadi dunia perkereta apian Tanah Air tak bisa dilepaskan dari masa kolonialisme Belanda.
Pasalnya hampir sebagian besar stasiun yang ada di Indonesia memang dibangun sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda.
Di antara stasiun-stasiun tua zaman Belanda, juga sebagian besar masih aktif hingga kini.
Meski telah melalui modernisasi bangunan dan infrastruktur, beberapa stasiun masih menyisakan orisinalitas pada sisi bangunannya.
Seperti halnya Stasiun Kediri (KD). Stasiun yang letaknya tepat di Jalan Stasiun yang berada di timur Jalan Dhoho, Kota Kediri, masih berdiri kokoh bangunan kuno yang dibangun sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda.
Imam Mubarok pemerhati sejarah Kota Kediri menuturkan pembangunan Stasiun Kediri diperkirakan bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Sembung-Kertosono-Kediri sepanjang 36 kilometer yang dikerjakan oleh Perusahaan Kereta Api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staad Spoorwegen (SS) pada tahun 1881.
Sehingga, Stasiun Kediri ini termasuk salah satu stasiun tua yang ada di Jawa Timur.
"Dilihat dari bangunannya, Stasiun Kediri menggunakan arsitektur bergaya Indische Empire. Gaya arsitektur ini merupakan gaya imperial yang pertama kali dipopulerkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36, Herman Willem Daendels (1808-1811). Gaya arsitektur ini ditandai dengan bangunan tembok tinggi kokoh yang pada pinggiran atapnya biasa diberi ornamen besi tempa, serta menggunakan jendela yang besar-besar dan memakai jalusi besi,"tuturnya.
Gaya arsitektur yang megah namun mistis menjadi pertanda zaman, bukti sejarah yang kuat, bahwa inilah atribut kebanggaan Kediri sebagai ibu kota karesidenan yang tua dan disegani.
Efek dari multifungsi stasiun bukan hanya untuk tempat keberangkatan dan kedatangan kereta api saja, tapi bisa juga sebagai pusat perekonomian dan perkantoran.
Bahkan beberapa stasiun menjadi kantor-kantor perusahaan pengangkutan barang, atau ekspedisi.
Stasiun yang dibangun persis di pusat kota itu menjadi sebuah barometer arah perkembangan Kota Kediri.
Peletakan stasiun yang tepat di pusat kota juga menjadi pertanda sedemikian pentingnya moda transportasi bagi masyarakat Kota Kediri sejak zaman dahulu.
Pria yang akrab disapa Gus Barok ini menjelaskan dahulu Stasiun Kediri memiliki enam jalur dengan satu jalur lurus yang menghubungkan ke Stasiun Ngadiluwih di sebelah selatan, dan Stasiun Susuhan di sebelah utara.
Selain jalur aktif tersebut, dahulu ada jalur kereta milik KSM (Kediri Stoomtram Maatschappij) yang bercabang dari jalur dua menuju Pesantren yang dibangun pada tahun 1897.
Dari Stasiun Pesantren ini, jalur kereta api bercabang dua. Yang menuju arah tenggara sampai ke Wates.
"Sedangkan yang menuju ke timur laut maupun utara, menuju ke Gurah, Pelem, Pare, Pulorejo, dan Jombang. Kesemuanya itu merupakan jalur rel kereta api Jombang-Pulorejo-Pare-Pelem-Gurah-Pesantren-Kediri sepanjang 50 kilometer. Jalur ini masih aktif hingga tahun 1972,"tandasnya.
Stasiun Kediri memiliki gedung utama dengan luas 991 m² yang berdiri di atas lahan seluas 991 m², dan terdaftar sebagai aset PT Kereta Api Indonesia (Persero).