Meneropong Masa Lalu Kota Kediri Dengan Gambar

Kediri Dalam Berita | 19/11/2019

logo

Meski tidak luas, Kota Kediri sangat kaya akan cerita sejarah. Mulai dari zaman kerajaan hingga penjajahan Belanda. Sayang, tak banyak bukti fisik yang tersisa dari peristiwa masa lampau.

KEDIRI – Tergusurnya bangunan tua dan situs bersejarah oleh gedung kontemporer tak serta merta menggerus jejak sejarah Kota Kediri. Berbekal kecintaan pada leluhur, Imam Mubarok Muslim mengumpulkan serpihan puzzle sejarah melalui foto.

“Kota Kediri ini kaya akan sejarah. Namun tak banyak peninggalan masa lalu yang bisa dilihat generasi sekarang,” kata Mubarok saat menemani Jatimplus.ID di rumahnya akhir pekan lalu.

Mubarok bukan pegawai Dinas Kebudayaan. Dia juga bukan arkeolog yang mendapat fasilitas negara untuk pekerjaan yang dilakukan. Yakni mengumpulkan foto-foto sejarah Kota Kediri yang terserak di berbagai belahan.

“Mulai tahun 2007 saya terus berburu data dan bukti visual berupa foto tentang sejarah Kota Kediri. Serta melakukan konservasi bangunan kuno secara swadaya,” terang Mubarok yang berprofesi sebagai jurnalis.

Hasil perburuannya tersebut ia tunjukkan ke khalayak melalui pameran foto. Setiap kali ada kesempatan Mubarok berusaha memamerkan foto dokumentasi sejarah Kota Kediri. Tak harus profit, dia hanya berharap foto-foto itu diketahui publik agar tak melupakan sejarah.

Tak jarang Mubarok melakukan pendekatan kepada pemerintah agar memiliki kepedulian pada cagar budaya. “Salah satu yang berhasil mendapat apresiasi adalah peresmian jembatan lama sebagai cagar budaya baru-baru ini,” katanya.

Pengunjung manca melihat koleksi foto Kediri masa lampau. Foto: Imam Mubarok

Setelah cukup lama bergerilya dengan foto-fotonya, Mubarok akhirnya memutuskan membangun museum sendiri. Memanfaatkan sisa lahan di samping rumahnya di Jalan Kapten Tendean Kelurahan Ngronggo Kota Kediri, Mubarok membangun sebuah galeri foto. Di sana dia memajang semua foto-foto lamanya tentang Kota Kediri. Tempat itu dinamakan Kediri’s Photograph Museum.

Saat ini terdapat sekitar 130 foto yang terkumpul di sana. Foto-foto itu terpajang rapi di permukaan dinding berwarna oranye. Membuat penikmat fotografi tak bosan menelanjangi foto monokrom yang sebagian mulai memudar.

Setiap foto diberi keterangan atau caption yang relevan sebagai panduan. Seperti gambar apa, kapan peristiwa itu terjadi, dan di mana foto tersebut diambil. Mubarok juga mencantumkan watermark di setiap foto untuk menjelaskan asal usul gambar tersebut. “Jadi tidak ada plagiat. Semua sumber saya cantumkan di bagian bawah foto,” katanya.

Obyek foto yang terpampang cukup beragam. Tak hanya bangunan tua era 1950 – 1980-an, banyak pula potret kegiatan masyarakat pada masa lampau. Mulai aktivitas pasar dengan fasilitas ala kadarnya, pekerja di pabrik Nabatiyasa, potret tim kesebelasan Persik Kediri dari masa ke masa, hingga peristiwa bencana alam dan kecelakaan lalu lintas. Salah satu foto bahkan dengan detil menggambarkan suasana banjir bandang yang menerjang Kota Kediri hingga setinggi pinggang orang dewasa.

“Foto-foto ini sebagian besar ada di era Kolonial. Pada jaman itu kamera sudah mulai dikenal sehingga banyak foto-foto yang tercipta,” kata Mubarok.

Meski sederhana, tingkat kunjungan ke museum kecil ini cukup tinggi. Mereka berasal dari kelompok pemerhati sejarah, mahasiswa, dan komunitas fotografi. Sebagian juga datang dari tempat jauh seperti Tasikmalaya, Jakarta, dan kota lain di penjuru Indonesia.

Beberapa waktu lalu pelancong dari luar negeri juga mampir ke sana. Mereka adalah turis asal Inggris, Belanda, dan Singapura yang tertarik melihat Kediri di waktu lampau.

Salah satu yang membuat Mubarok terenyuh adalah ketika ada pengunjung asal Belanda yang akhirnya bisa melihat potret kakeknya ketika sedang dinas di Kediri era pemerintahan Belanda. “Ada pasangan suami istri Mark Henry Dorwnik datang ke sini untuk mencari foto kakeknya ketika menjadi Residen Belanda tahun 1920-1930. Mereka senang sekali karena bisa berhasil menemukannya,” cerita Mubarok.

Begitu pula dengan anak keturunan Kapten Dji Teng Hian, tokoh penting di bidang perekonomian di masa penjajahan Belanda. Mereka menelusuri sejarah masa hidup kakeknya hingga akhirnya menemukan potret kakeknya di Kediri’s Photograph Museum.

Dari penelusuran sejarah yang dilakukan, Imam Mubarok bisa memastikan bahwa pusat pemerintahan dan residen Belanda berada di barat Sungai Brantas. Tepatnya di markas Polres Kediri Kota dan sekitarnya. Begitu pula di area sekitar Kelurahan Pocanan dan Kelurahan Pakelan Kota Kediri. “Dulu ada banyak gedung Residen Belanda di sekitar sana. Sekarang sudah hampir tidak ada digantikan gedung-gedung baru,” sesalnya.

Tak hanya mengandalkan foto, penelusuran tersebut juga melalui kajian pustaka. Hingga kini Mubarok mengaku memiliki banyak koleksi buku-buku lama berbahasa Belanda. Dengan bantuan koleganya di Belanda, Mubarok bisa menyingkap kisah-kisah di era penjajahan kompeni.

“Silahkan datang ke Kediri’s Photograph Museum untuk mengetahui sejarah Kota Kediri lebih jauh. Buka hanya weekend saja. Gratis tidak dipungut biaya,” pungkasnya.