Sejumlah toko di jl. Dhoho menjadi pilot project gerakan nasional non tunai (GNNT) yang digagas Bank Indonesia (BI) Kediri. Gerakan ini dikenalkan dalam festival Jalan Dhoho yang berlangsung sejak Sabtu malam (13/12). Puluhan stan disana menerima pembayaran electronic money (E-money) yang diterbitkan sejumlah bank. "Penandatanganan deklarasi Dhoho yang dilakukan paguyuban pedagang menunjukkan komitmen terhadap gerakan nasional non tunai,” kata Kepala BI Wilayah Kediri Djoko Raharto.
Selain melalui kartu debet juga menggunakan E-money. "Melalui pencanangan ini (GNNT) dalam lima tahun ke depan kami harapkan Kota Kediri menjadi kota pertama di Indonesia yang menerapkan sistem pembayaran non tunai secara menyeluruh,” sambung Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Jatim Soekowardjojo. Soekowardojo mengatakan, sistem pembayaran non tunai juga mampu memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat dalam skala besar. Di antaranya melalui real time gross settlement (RTGS) dan sistem kliring nasional bank Indonesia (SKNBI).
Berdasar statistik, lanjut Soekowardojo, transaksi nasional RTGS per tahun mencapai Rp 74 ribu triliun. Sedangkan SKNBI sebesar Rp 1.961 triliun. Sedangkan untuk transaksi non tunai di wilayah kerja BI Kediri yang meliputi 13 kabupaten/kota di eks karesidenan Kediri dan Madiun, masing-masing sebesar Rp 210 triliun untuk RTGS dan Rp 12 triliun untuk SKNBI. Pencanangan GNNT diKota Kediri untuk menjawab kebutuhan masyarakat bertransaksi non tunai. Tak hanya itu, gerakan ini juga untuk mengurangi besarnya transaksi tunai di ritel.
Indonesia yang persentasenya 99,4 persen dari total transaksi. "Transaksi ritel menggunakan sistem tunai (di Indonesia) ini merupakan yang terbesar dikawasan ASEAN,” urainya. Padahal, besarnya transaksi tunai yang besar kenyataannya turut membebani pembangunan nasional Sebab, penggunaan transaksi tunai membuat beban pencetakan uang nasional bertambah. Dari sanalah, BI berusaha mengubah pola transaksi masyarakat yang semula tunai menjadi non tunai. "Penggunaan non tunai dalam transaksi bisa meningkatkan keamanan dan keyamanan masyarakat Pembeli tak perlu membawa uang dalam jumlah besar. Masyarakat tak perlu resah peredaran uang palsu. Sedangkan penjual tak perlu bingung mencari uang receh setiap kali melayani transaksi,” paparnya.
Terpisah, Kepala Divisi Perizinan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Sri Darmadi Sudibyo mengatakan, pengelolaan uang rupiah yang meliputi perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, penarikan, hingga pemusnahan membutuhkan biaya tinggi Yaitu sekitar Rp 3 triliun setiap tahunnya.
Dengan fakta tersebut GNNT diharapkan bisa mengurangi transaksi tunai sehingga berdampak pada pengurangan biaya pengelolaan uang rupiah. Untuk memaksimalkannya, Dibyo menyebut BI akan menempuh beberapa langkah.
Tidak ada artikel terkait