Esemka Tiga Katering, Unit Usaha SMKN 3 Kediri yang Mencoba Bangkit Lagi

pengumuman | 13/02/2013

     Iriel Apriantini tampak berpeluh keringat. Wajahnya sering menatap makanan yang tertata di sekelilingnya. Ada potongan lontong dengan sate kambing, gelantin daging sapi, sampai es buah yang terlihat menggoda selera.

      Tak berapa lama, datang seorang remaja berpakaian kemeja putih dan celana hitam. "Mau minta gelantin, Bu di dalam habis," ucapnya kepada Iriel. Dengan ramah, wanita berambut ikal ini kembali bertanya. "Ini tinggal jatahnya VIP. Kalau yang umum sudah habis. Tolong dicekkan yang VIP ya," pintanya. Dengan patuh, si pemuda berperawakan kecil itu kembali ke dalam gedung.

       Iriel adalah satu dari enam guru tata boga SMKN 3 Kediri yang sedang bertugas siang itu. Bertempat di gedung Bhagawanta Bhari, ini adalah pengalaman pertama bagi Esemka Katering nama katering SMKN 3 Kediri mela­yani pesanan.

      Meski pengalaman pertama, bukan berarti yang perdana bagi para guru ini. Menggunakan jasa katering yang berbeda, mereka sudah terbiasa melayani pemesanan. Tak ada yang kagok harus memberikan pelayanan bagi ratusan tamu undangan. Terbukti, 13 menu masakan berhasil diselesaikan tepat waktu

        Semua tersaji apik dan menarik. Tentu saja, rasanya lezat. Seperti saat itu, ketika waktu masih pukul 11.30, sejumlah menu menjadi favorit tamu undangan sehingga cepat habis. "Kami melayani sesuai pemesanan," terang Luluk Umiyati.

      Perempuan berjilbab yang juga ketua Jurusan Tata Boga SMKN 3 Kediri ini mengaku sudah menyiapkan semua menu sejak dua hari sebelumnya. Setiap guru yang berada di jurusan ini mendapat tanggung jawab satu menu, tetapi dilakukan dalam kelompok. Satu kelompok terdiri dari dua guru.

       Sementara, untuk finishing yang mengawasi rasa dan tampilan melibatkan dua guru yang tak lain Luluk dan Agus Syafruddin yang juga instruktur cooking class Radar Kediri.”Akhirnya tetap kerja bareng-bareng. Saling menilai kalau ada yang kurang pas," terang Luluk.

     Selama proses tersebut, semuanya saling membantu dengan melibatkan para siswa tata boga. “Bergiliran, masuk sebagai kegiatan belajar mengajar,” jelas Luluk. Sementara, guru menjadi pengawas dari setiap olahan yang dibuat para siswa.

      Baru, saat hari H, hanya sepuluh siswa yang dilibatkan. Dan, karena layanan katering dilaksanakan hari Minggu, para siswa itu mendapatkan honor layaknya pekerja yang lain.

       Setiap tenaga kerja yang terlibat dalam layanan katering ini memang mendapat honor yang dihitung secara profesional. Sistemnya dengan persentase. Dari total laba bersih yang didapat, sebanyak 40 persen masuk ke sekolah sedangkan 60 persen lainnya untuk tenaga kerja. Sebenarnya, usaha katering di SMKN 3 Kediri bukan hal baru. Belasan tahun sebelumnya, seko­lah ini sudah memilikinya. "Kebetulan kan memang wajib ada (ka­tering)," terang Luluk.

        Namun, usaha itu sempat vakum sampai belasan tahun gara-gara peralatan kateringnya hilang akibat ditipu orang."Awalnya disewa, ternyata tidak pernah dikembalikan. Dicari orangnya, tidak ketemu," kenangnya. Hingga, akhirnya, tahun ini seluruh guru tata boga sepakat untuk membuat usaha katering lagi. Meskipun, sebagai permulaan, mereka harus menyewa sebagian besar peralatan.

         Keberadaan usaha katering ini, diakui Iriel, memberikan persentase laba yang cukup besar dibanding dengan unit produksi lainnya. Seperti usaha kafe dan layanan pesanan snack. Selama ini, kafe tidak memiliki omzet yang besar. Sehingga, setelah dikurangi tenaga dan usaha produksi, hasilnya impas. Begitu juga dengan pesanan snack dan kue kering yang tidak berbeda jauh. "Kalau katering seperti ini cukup terasa," tuturnya sarnbil tersenyum.

         Sekolah pun tidak main-main dengan usaha ini. Sejumlah brosur tentang Esemka Tiga Katering telah disebar di sejumlah tempat. Mer­eka tidak mematok harga mahal, bahkan cenderung di bawah harga pasar. "Kualitas dan pelayanan tetap terjamin," imbuh perempuan yang sebelumnya juga menjabat ketua jurusan ini setengah berpromosi.

        Meski sebagian yang terlibat masih berstatus siswa, semua bekerja secara serius dan profesional. Menggunakan seragam yang sama, mere­ka terlibat sigap melayani tamu undangan. Cepat mengisi panel makanan yang mulai habis hingga menyingkirkan piring bekas pakai. Sejumlah pertanyaan pun dijawab dengan ramah. Satu guru ikut mengawasi mereka. "Ya, meski dari sekolah, tetap saja kami melayani klien se­cara profesional," tandas Luluk.

Kediri, Radar