Sepintas tak ada yang menyangka jika botol berwarna putih yang ada di ruang wakil kepala SMAN 3 (Smaga) Kota Kediri kemarin adalah pupuk cair. Pasalnya, botol kemasan pupuk cair yang terbuat dari limbah marning itu menyerupai kemasan air mineral. Apalagi, dari luar, warna cairan yang ada di dalam botol tak bisa dilihat.
Orang baru mengetahui jika isi botol tersebut pupuk setelah membukanya. Baunya memang sedikit menyengat karena proses fermentasi. "Kami sengaja mencari botol yang unik agar menarik. Beda dengan botol yang biasa digunakan untuk nengemas pupuk cair," kata Girisena Ergasera, peneliti pupuk.
Pupuk dalam kemasan botol itu pula vang dibawa saat Sera panggilan akrab Girisena Ergasera dan Dwi Santoso, temannya, diminta presentasi di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, 21 April lalu. Di depan dewan juri, dia mempresentasikan karya yang diteliti mulai Maret hingga pertengahan April lain.
Ide penelitian itu berawal dari keprihatinannya saat melihat banyaknya limbah cair marning yang dibuang ke sungai. Padahal, marning yang terbuat dari jagung, diyakininya mempunyai kandungan nutrisi yang bagus.
Karena penasaran, Sera dan Dwi lantas berusaha meminta limbah cair marning kepada warga di Desa Gabru, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Desa itu memang menjadi sentra home industry marning.
Namun, meski sebelumnya banyak yang membuang begitu saja limbah marning produksinya, ternyata bukan hal yang mudah untuk memintanya. Memang, awalnya banyak yang bersedia memberikan secara gratis.
Akan tetapi, setelah mengetahui bahwa limbah itu akan diteliti, banyak yang langsung menolak. "Mereka takut hasil tes laboratorium jelek dan mereka harus berurusan dengan pemkab," kenang pemuda yang tinggal di Keluraban Rejomulyo, Koto Kediri itu.
Sera dan Dwi pun tak kehilangan akal. Setelah sering mendapat penolakan, akhirnya mereka merayu pemilik limbah dengan mengatakan akan mengubah limbahnya menjadi pupuk. Sera pun berjanji untuk mencarikan akses pasar setelah pupuknya jadi.
Rayuan dua remaja ini berhasil. Mereka bisa mendapatkan limbah sebanyak lima liter tanpa kesulitan. Bahkan, pemiliknya juga dengan sukarela menyerahkan ketika mereka meminta lagi.
Seperti yang sudah diduga, kandungan limbah cair marning ternyata sangat bagus. Kandungan proteinnya tinggi. Kemudian, kandungan COD atau senyawa organik di dalam limbah sangat tinggi. Sebaliknya, kandungan BOD atau bahan berbahaya di dalam limbah bekas perebusan marning sangat kecil.
Mengetahui hasilnya positif, mereka lantas mencoba membuat pupuk. Rumah Dwi di Desa Kayunan, Kecamatan Wates, digunakan sebagai laboratorium untuk penelitian. Limbah hasil rebusan marning sebanyak lima liter dicampur dengan satu potong terasi dan satu cangkir garam. Proses itu digunakan untuk menambah kadar COD. Adapun pemberian terasi dan garam untuk proses fermentasi pupuk.
Setelah pupuk selesai dibuat, duo siswa SMAN 3 Kediri ini mencoba menguji pada tanaman pepaya. Hasilnya, dalam waktu sekitar satu bulan, tanaman pepaya yang diberi pupuk cair dari limbah marning jauh lebih tinggi dan lebih besar dibanding yang hanya disiram air. "Yang cuma pakai air, tingginya hanya 17,6 sentimeter. Yang pakai pupuk cair tingginya 23,5 sentimeter" ungkap remaja kelahiran 15 Juli 1994 ini.
Namun, Sera mengakui bahwa efektivitas pupuk limbah cair ini masih kalah dengan hasil pupuk sintetis yang mampu membuat tinggi pohon pepaya sampai 24,5 meter. Tapi, dilihat dari harganya, pupuk limbah cair marning jauh lebih murah. Contohnya, satu liter pupuk limbah cair hanya dijual Rp. 2.000 sedangkan pupuk sintetis lebih dari Rp 50 ribu.
Optimistis dengan hasil penelitiannya, Sera dan Dwi lantas mengikutkannya dalam lomba bertajuk Biological Opus Fair yang digelar Fakultas MIPA ITS. Dari total 250 makalah dari seluruh Indonesia yang masuk ke panitia, karya mereka bisa masuk 10 besar. Karena itu mereka diundang untuk melakukan presentasi dalam lomba bertema Green Ideas tersebut.
Hasilnya, penelitian Sera dan Dwi dinobatkan menjadi juara I mengalahkan sembilan finalis lainnya. "Sekarang saya sedang melakukan penelitian tentang boyband dan girlbandserta dampaknya bagi moral remaja,” tuturnya.
(Radar Kediri)
Tidak ada artikel terkait