"Lalae...Mbregegek ugek-ugek sadulito mbel-mbel. Saksampunipun kula tembari-gaken kinanti mugi-mugi sageto ndadosaken sungkan manah gusti" urai Natan Theofilus Pramudya Dewabrata menirukan kebiasaan logat tokoh Semar dalam bertutur.
Sebelumnya, Natan, sapaan siswa kelas III SDK Santa Maria Kediri ini, telah mengalunkan tembang kinanti untuk membuka onto wecono. Sejurus kemudian, dari intonasi yang semula tinggi, dalang cilik ini lantas mengubah suaranya menirukan karakter Permadi dengan suara datar.
"Yo banget panarimaku kakang Semar, opo anakmu wis podo suko-suko" ucapnya.
Mendengar ontowecono pertama yang dilakukan bocah berblangkon merah itu, tepuk tangan puluhan penonton di tenda langsung bergemuruh. Kekaguman tertuju pada sosok anak kecil berperawakan kurus itu.
Meski dengan suara khas anak-anak, Natan mampu melakukan onto wecono dengan baik. Perpindahan karakter suara dari satu tokoh ke tokoh yang lain bisa dimainkannya dengan mulus.
Meski, jika dibanding dalang profesional, Natan memang perlu berlatih lebih keras lagi. Gelak tawa penonton kembali terden-gar ketika di sela-sela antawecana, Natan mampu melontarkan dagelan kocak.
Yang membuat penampilannya lebih unik, Natan yang kemarin sejatinya sedang flu itu terlihat sesekali mengambil sapu tangan yang diselipkan di stagennya.
Dia lalu menyeka ingus yang mencair dari lubang hidungnya. Agar tak mengganggu penampilan, Natan melakukannya saat dirinya tak melakukan onto wecono.
Dalam lomba pedalangan tingkat SD/SMP/SMA yang digelar di halaman Balai Kota Kediri kemarin (21/6), bocah berusia sembilan tahun ini membawakan lakon Petilan Dewa Ruci.
Kisahnya bercerita tentang perang kembang. Yaitu tokoh Werkudoro berguru pada pandita Durna untuk mendapat aji sastojendro hayuningrat. Natan mampu memainkannya dengan cukup apik.
Bagaimana bocah seusia Natan bisa menguasai teknik pedalangan dengan baik? Ditanya demikian, siswa SD ini hanya menjawab dengan senyum. Sejakkecil, Natan memang sudah akrab dengan dunia wayang. Di rumahnya, Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren, sang ayah Suwono, mengoleksi berbagai tokoh pewayangan lengkap dengan gamelannya.
Tak heran Natan pun piawai memainkan gamelan dan mendendangkan tembang campursari sejak duduk di bangku kelas I SD. "Kalau latihan untuk pentas baru awal Juni lalu. Latihannya juga cuma lima kali," katanya.
Sama dengan bocah seusianya, Natan pun gemar ngegame dan bermain. Namun penyuka dalang Enthus ini lebih sering berada di rumah bersama ayahnya. Dampaknya, meski baru beberapa kali berlatih, satu-satunya kontestan lomba dalang dari tingkat SD ini pun didapuk jadi juara.
"Meski kontestannya satu, tapi Natan mampu membawakan wayang dengan lucu.
Radar Kediri