Dua kenshi (sebutan atlet kempo) dari Kota Tahu itu tampak berbeda postur. Ginanjar Jadi Waluyo terlihat lebih tinggi dan bongsor. Sedangkan Rendra Eko Ardiansyah cenderung lebih pendek dan ramping.
Mereka memang berbeda kelas. Saat turun dirandori atau kategori pertarungan, Rendra turun di kelas 50 kilogram. Sedangkan Ginanjar bertarung ke kelas yang lebih berat, yakni 58 Kg. Meski demikian, keduanya sama-sama berprestasi. Di ajang Kejurdo Kempo Jawa Timur, 11-12 Oktober 2012, yang digelar di Gresik, Rendra unggul di antara lawan-lawannya. Remaja kelahiran 1 Mei 1994 ini berhasil meraih medali emas. Sedangkan Ginanjar yang lahir pada 17 Maret menyabet medali perak.
"Kami sama-sama tidak menyangka, karena lawan berat sekali. Perkiraan semifinal saja sudah bagus," sebut dua dari lima kenshi pertama yang dimiliki Perkemi Kota Kediri tersebut kompak. Tentu, keberhasilan keduanya meraih medali emas dan perak memberikan cerita yang sangat berkesan. Rendra misalnya, harus menghadapi lawan-lawan berat sejak babak penyisihan.
Bahkan, di semifinal dia harus bertarung dengan rekannya sendiri. Rendra melawan kenshi dari Kabupaten Kediri yang sebelumnya sering diajak sparing dalam latihan. "Biasanya saya tidak pernah menang, tapi pas kejurdo kok saya bisa menang lawan teman saya," katanya setengah tak percaya.
Lolos dari hadangan rekannya sendiri, motivasi mahasiswa Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri ini berlipat. Hingga akhirnya bisa menembus final dan meraih medali emas. Kesan mendalam dirasakan Ginanjar yang juga mahasiswa UNP. Meski hanya meraih perak, medali yang didapatkannya itu sejatinya adalah medali emas.
"Di final lawan saya tua sekali Mas. Saya tidak yakin umurnya sepantaran saya," kenangnya. Padahal, kejuaraan itu seharusnya diikuti peserta seusianya, yakni sekitar 18 tahun. Ginanjar pun harus mengakui keunggulan lawan di final. "Saya perhatikan usia lawannya sudah sebaya saya, sekitar 22-24 tahun," sambung Cecep Sunariya, salah satu pelatih, di Perkemi Kota Kediri.
Karena kecurigaan itu, usai final kontingen Kota Kediri melancarkan protes. Hal tersebut sampai membuat kaget para peserta lain. Namun perjuangan di jalur administrasi tersebut tidak berlanjut. "Protes jalan tapi hasilnya tetap saja. Ya sudahlah kami terima," aku Ginanjar yang ditemani Yoyok, pelatihnya, dengan pasrah.
Selain itu, kesan Perkemi Kota Kediri yang baru kali pertama ikut kejurdo juga sangat mendalam. Dari puluhan kontingen lain se-Jawa Timur, jumlah kontingen mereka paling sedikit. "Pelatihnya dua, atletnya lima. Lainnya sampai belasan minimal. Jadi kami paling sedikit," sahutYoyok
Akibatnya, saat ada dua atau lebih kenshi Kota Kediri yang dapat jadwal bertarung bersama, mereka kelabakan. Sebab dalam satu laga juga membutuhkan ofisial masing-masing. “Akhirnya atlet ikut jadi ofisial karena tidak ada yang lain," ujar Cecep sembari terbahak.
Kediri, Radar