Gedung perpustakaan Mastrip di Jl Diponegoro, Kota Kediri terlihat lain dari biasanya. Selasa kemarin (20/11), perpustakaan di utara rumah dinas Walikota Kediri itu terlihat dipenuhi kursi.
Puluhan anak dan orang tua duduk di sana. Saking banyaknya, tatanan kursi sampai meluber ke teras. Bahkan lantai I perpustakaan yang biasanya difungsikan seperti lobi pun diubah tatanannya. Ada panggung kecil dibagian tengah. Tepat di depan pintu masuk. Kemudian di kanan dan kiri panggung diisi puluhan kursi.
Mereka yang memadati lantai 1 bukan untuk membaca buku. Namun mengikuti lomba mendongeng, Hari itu perpustakaan libur. Di areal parkir ditempel pengumuman dari kertas karton cokelat, menyebut perpustakaan tutup sehari.
Meski tutup, keramaian terlihat sejak pukul 07.00 hingga 17.00. Puluhan anak yang antre sejak pagi masih penuh semangat. Raut wajah mereka tak terlihat lelah. Bahkan hingga sekitar pukul 17.15 saat dewan juri mengumumkan pemenang lomba.
Seorang anak berambut panjang sontak meloncat begitu nomor peserta 21 disebut dewan juri sebagai juara 1. "Nadhira Hanidhiya Putri dari SDN Banjarmlati 1," seru dewan juri.
Saat itu pula, pandangan mata langsung tertuju pada gadis yang duduk persis di depan panggung. Beberapa di antaranya menghampiri lalu menyalami. Rona gembira pun menyeruak ketika siswi kelas V SD itu menerima piagam dan piala dari Kepala Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Kediri Tri Krisminarko. "Saya nggak nyangka, soalnya latihan cuma seminggu," beber gadis yang akrab disapa Nadhira ini.
Mendongeng memang bukan hal baru bagi Nadhira. Sejak taman kanak-kanak (TK), ia sudah beberapa kali ikut lomba bercerita. Tahun lalu, bahkan mendapat juara II lomba mendo ngeng. Walau begitu, lomba di gedung perpustakaan kemarin masih membuatnya grogi. Alasannya, 43 peserta lomba itu semua bagus. Masing-masing peserta mempunyai ciri khas.
Meski demikian, putri pasangan Budi Proborini dan Joko Susilo ini juga mempunyai kekhasan tersendiri. Tak sekadar mendongeng, Nadhira juga menggunakan bahasa tubuh lengkap dengan ekspresi wajahnya.
Tak heran gadis kelahiran 10 Januari 2002 itu terlihat seperti hendak berlari saat mendongeng Ande-ande Lumut. Waktu itu, Nadhira menceritakan Kleting Kuning yang tengah berlari dari rumahnya. Mimik wajahnya pun terlihat sedih bahkan seperti orang menangis karena menghayati rasa duka yang dialami Kleting Kuning. Sebaliknya, matanya terlihat berbinar sambil tersenyum gembira saat menceritakan Kleting Kuning bertemu pangeran.
Meraih total nilai 275, Nadhira dengan lihai berpindah dari satu suara ke suara lain. Dia menyesuaikan karakter suara tokoh yang diceritakan. Misalnya, suara laki-laki tegas saat memaparkan dialog pangeran, hingga suara perempuan centil tapi tegas saat mengucapkan dialog Kleting Abang. "Belajar membagi suara ini yang sulit. Total ada lima jenis suara," akunya.
Agar sukses, Nadhira latihan empat kali sehari. Dia dibimbing Ririn, panggilan akrab Budi Proborini, mamanya. Nadhira bisa fasih memeragakan lima suara itu dalam seminggu. Meski untuk menguasainya, ia kerap berlatih dengan teriak-teriak di rumahnya.
Bagaimana dengan menghafal naskah dongeng? Meski bagi sebagian orang terasa sulit, hal tersebut dianggap gampang. Sebab, naskah yang dilafalkan itu merupakan tulisan Nadhira sendiri. Lagi pula, ia terbiasa membaca cerita hingga mendongeng sejak TK. "Saya memang suka dongeng," katanya.
Dengan prestasi yang diraihnya, Nadhira bertekad semakin giat berlatih. Sebab, dia akan mewakili Kota Kediri di ajang serupa di tingkat Provinsi Jatim. "Saya akan melakukan yang terbaik" sambungnya.
Kepala Kantor Arsip dan Perpustakaan Tri Krisminarko bangga melihat animo anak-anak dalam lomba dongeng. Dia tak menyangka jumlah peserta membeludak. "Apalagi, lomba ini tak sekadar mendongeng. Mereka harus menulis naskah dan disetor sebelum lomba," terangnya.
Kediri, Radar