Kalau Ada yang Nggak Paham, Langsung Browsing Internet Nilai ujian nasional (NUN) tertinggi SMP di Kota Kediri diraih dua siswi asal SMPN 1 Kediri, Brigitta Setiawan dan Caesaratna Bunga. Entah kebetulan atau tidak, mereka memiliki banyak kesamaan.
"NUN kami 38,95," kata Brigitta dan Bunga menjawab kompak soal NUN mereka. Meski agak malu-malu, wajah ceria terpancar dari keduanya saat ditemui Radar Kediri di ruang guru SMPN 1 Kediri, kemarin pagi.
Maklum, dua siswi kelas IX ini memang sedang bergembira. Sebab, NUN mereka menjadi yang tertinggi di Kota Kediri. Hanya, jika dikumulatifkan dengan nilai ujian sekolah, Brigitta lebih unggul. "Tapi bedanya tipis banget," ujar pemilik nama lengkap Brigitta Setiawan ini.
Dengan NUN nyaris sempurna, rata-rata nilai mereka 9. Untuk matematika dan IPA, nilai Brigitta dan Bunga sama, yakni masing-masing 10 dan 9,75. Di dua mata pelajaran lain, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, Brigitta mendapat 9,4 dan 9,8.
Adapun Bunga mendapat nilai yang sama, masing-masing 9,6. "Tapi kami nggak contekan. Karena jenis soalnya kan beda-beda," sambung Caesaratna Bunga Dwi Agusti, nama lengkap Bunga, soal NUN mereka.
Keduanya tidak menyangka akan mendapat NUN setinggi itu, apalagi menjadi yang tertinggi. Mereka baru tahu setelah orang tua masing-masing mendapat SMS dari salah satu guru pada Jumat malam (31/5), sebelum NUN diumumkan besok harinya. SMS itulah yang kemudian ditunjukkan Yossi Satria Setiawan dan Siany Pulbertus, kedua orang tua Brigitta, Sabtu (1/6) pagi saat dia baru bangun. "Nggak nyangka NUN saya jadi yang tertinggi," akunya.
Begitu pula Bunga. "Pas bangun, kaget banget dapat kabar itu," sambung anak pasangan Agus Handoko dan Retnaningtri ini. Meski kaget, bukan berarti NUN tinggi itu tidak dicapai dengan kerja keras. Brigitta sudah membuat persiapan intensif sejak Desember tahun lalu. Yakni, dengan melahap materi pelajaran yang akan diujikan dalam unas. Mulai dari kelas VI hingga kelas IX. Latihan soal menjadi menunya sehari-hari. "Biar lebih matang," ujar siswi kelahiran 14 Juli, 15 tahun silam itu.
Selain belajar mengerjakan soal, Brigitta mencatat bab-bab yang dirasa sulit. Terutama, untuk pelajaran biologi. Setelah mencatatnya, dia lantas membahasnya dengan guru di kelas. Cara itu dilakukan hingga Maret, satu bulan menjelang unas.
Karena itu, satu dua minggu sebelum unas digelar pada 22-25 April, Brigitta bisa lebih rileks. Sebab, semua pelajaran sudah dikuasai. Sehingga, dia tidak perlu mengurangi hobinya seperti olahraga dan jalan-jalan. "Asalkan tetap belajar setiap malam seperti biasa," kata pelajar yang tinggal dijalan Trunojoyo 58 Kota Kediri ini.
Makanya, begitu unas tiba, Brigitta bisa dengan lancar mengerjakannya. Hanya pada soal IPA dan bahasa Indonesia yang dirasanya agak susah dibanding yang lain. "Kalau IPA banyak hafalan. Nah, bahasa Indonesia itu memahami soal dengan jawaban yang tepat itu yang sulit," ungkap siswi yang langganan juara sejak kelas VII ini.
Metode belajar Brigitta berbeda dengan Bunga. Bunga justru menambah jam belajar dirumah. Jika semula rata-rata hanya dua jam sehari, dua bulan sebelum unas dinaikkan menjadi tiga jam. "Dari jam 6 sampai 9 malam," kata siswi 15 tahun ini.
Selama dua bulan itu, remaja kelahiran 30 Agustus ini lebih banyak mengerjakan soal-soal. Apabila ada materi yang kurang dipahami, dia langsung browsing di internet. "Ternyata banyak membantu," lanjutnya.
Dengan demikian, Bunga mendapat tambahan ilmu baru ketika di bukunya tidak ada. Untuk semua itu, sementara dia harus mengorbankan hobinya. "Saya kurangi nonton televisi dan jalan-jalan. Habis belajar malam langsung tidur," terang bungsu dari dua bersaudara ini.
Saat unas, Bunga memilih berhati-hati dalam mengerjakan soal. Dia tidak ingin ceroboh setiap memberikan jawaban. Ternyata, hasilnya memuaskan. "Pokoknya dibaca berkali-kali sampai benar-benar paham soalnya," ungkap Bunga.
Dengan nilai tersebut, Bunga langsung mantap ingln melanjutkan sekolah ke SMAN 2 Kediri. Sementara, Brigitta masih malu-malu mengutarakan sekolah yang dituju. "Yang pasti masih di Kediri dulu," ujarnya.
Yang jelas, keduanya sama-sama ingin diterima di sekolah favorit. Lalu, bisa melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran supaya bisa mewujudkan mimpi mereka. "Kami ingin jadi dokter," jawab keduanya serempak.
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Kediri Yayuk Cahyaningsih menyatakan bangga atas prestasi dua siswanya tersebut. "Semoga ini dapat melecut siswa yang lain untuk meraih prestasi yang sama, bahkan lebih," harapnya.
Kediri, Radar