Bersemangat Belajar, Pernah Juara II Lomba Sempoa
Semangat Lisa untuk bersekolah sungguh besar. Untuk itu, siswi kelas I SD swasta di Kota Kediri ini rela membantu orang tuanya mencari rosok. Biasanya, bocah yang pandai sempoa ini melakukannya malam bersama ibunya.
Rumah kos reot di gang Tengah, Kelurahan Semampir siang itu (8/7) terlihat sepi. Hanya ada dua perempuan tua yang tengah duduk di pintu masing-masing kamar sambil mencari udara segar.
Cuaca yang terik membuat para penghuni kos memilih berada di luar kamar. Apalagi, berbeda dengan tempat kos di lokasi lain yang dilengkapi kipas atau air conditioner (AC), hunian disana bisa dibilang tak layak. Satu rumah semi-permanen yang separo dindingnya anyaman bambu, disekat menjadi empat kamar.
Sekat masing-masing kamar adalah dinding bambu yang sudah berwarna kecokelatan. Lisa, demikian Elisabeth Bethania Kharisma biasa disapa, tinggal di kamar yang terletak paling ujung barat. "Kami baru pindah ke sini. Sebelumnya tinggal di Semampir gang I, tapi dulu waktu Lisa lahir memang pernah juga tinggal di sini," kata Rakhel Wingrum Pratiwi, ibu Lisa.
Siang itu Lisa terlihat berbaring di kasur lusuh tanpa seprai. Rakhel dan Kuspriyono, sang ayah, menungguinya. Sambil minum air gula yang ada di botol, Lisa memainkan bantal yang tak kalah lusuh dibanding kasurnya.
Berjejal di antara tumpukan baju-baju yang dibiarkan begitu saja tergeletak di lantai, Lisa dan keluarganya terlihat nyaman tinggal di sana. Termasuk ketika mereka harus berbaur bersama peralatan makanan di kamar berukuran 2 x 4 meter itu.
Maklum saja, selain berfungsi sebagai kamar, tempat itu juga sekaligus ruang tamu dan tempat makan. “Masaknya di depan kamar,” lanjut Rakhel sambil menunjuk kompor kecil di depan kamarnya.
Pemandangan yang sama tak terlihat ketika malam. Rakhel dan Lisa akan mencari rosok di sepanjang Jl Brawijaya hingga Jl Dhoho. Hal yang sama juga dilakukan Kuspriyono.
Di sela-sela mencari rosok itulah, Lisa ikut sang ibu mengemis atau meminta-minta. Sasarannya, para pembeli aneka olahan makanan yang berjajar di sepanjang Jl Brawijaya dan Jl Dhoho. “Sebenarnya saya nggak mau ngajak dia. Tapi, dia tidak mau ditinggal,” beber Rakhel.
Bahkan Selasa (8/7) lalu, Lisa nekat ikut meski badannya sedikit panas. Sebab, sakit amandel yang dideritanya sedang kambuh. Kala itu, Rakhel memberitahu Lisa agar tak ikut 'bekerja' malam harinya. Ternyata, bocah berambut lurus itu langsung merengek tanda menolak.
Selama ini, bocah kelahiran 31 Mei 2007 itu sudah memahami benar aktivitas yang dia lakukan. Lisa juga paham jika hasil mengemis bersama ibunya digunakan untuk makan dan biaya sekolah.
Apalagi, bocah yang baru menginjak kelas I di tahun ajaran baru ini sedang membutuhkan banyak uang untuk membeli seragam dan buku-buku. Meski sudah mendapat keringanan dari sekolah, mereka mengaku, masih terbebani untuk sekadar membayar sisa kebutuhannya. "Kami tengah menunggu kabar, katanya ada bantuan biaya pendidikan untuk siswa miskin dan gratis,” ungkap perempuan berambut ikal itu.
Berapa uang yang didapat dari hasil cari rosok dan mengemis semalam? Ditanya demikian, perempuan asal Jawa Tengah yang tinggal di Kota Kediri sejak 2003 itu mengaku tak seberapa. "Paling hanya sekitar Rp 5.000,” kilahnya.
Meski Kuspriyono juga mencari rosok, mereka tetap tak bisa menghasilkan uang yang banyak. Sebab, selain banyak pencari rosok yang menjadi pesaing, banyak pula pengemis yang beroperasi di sepanjang Jl Brawijaya dan Jl Dhoho. Termasuk yang sama-sama membawa anak kecil.
Apakah mereka tak ingin menekuni pekerjaan lain? Ditanya demikian, Rakhel mengaku, akan dengan senang hati melakukannya. Sebenarnya, Kuspriyono pernah bekerja di toko. Tetapi, dia memilih keluar karena dituduh mencuri oleh majikannya.
Makanya, jika kini dia dan suaminya mendapat alternatif pekerjaan baru, Rakhel berjanji tidak akan mengemis. “Kami mengemis karena terpaksa. Kalau ada pekerjaan lainnya, kami mau saja. Kami melakukan ini agar Lisa bisa terus sekolah,” kenangnya.
Rakhel pun terpacu memberi pendidikan terbaik bagi Lisa. Apalagi, bocah berlesung pipi ini tergolong pandai. Setidaknya, dia pernah menjadi juara II olimpiade sempoa yang digelar sekolah.
IJsa juga tabah. Di sekolah, seringkali dia dijauhi teman- temannya yang tahu aktivitasnya di malam hari. "Dia juga pernah punya kutu di rambut, makanya pernah dijauhi. Tapi dia cuek. Kadang bermain sendiri. Saya bersyukur anak saya tetap termotivasi belajar,” kata Rakhel.
Tidak ada artikel terkait