Izin Pemanfaatan Tanah untuk Karaoke dan Prostitusi Diputus
Tidak hanya mematangkan rencana penghentian operasi lokalisasi Semampir, pemkot juga menyiapkan opsi solusinya. Yakni pembinaan para mucikari dan pekerja seks komersial (PSK). Dana ratusan juta disiapkan untuk pelatihan keterampilan pasca penutupan tempat pelacuran itu.
"Kami menyiapkan dana ratusan juta untuk pembinaan setelah operasi lokalisasi Semampir nanti dihentikan," kata Wakil Wali Kota (Wawali) Lilik Muhibbah usai menghadiri diskusi bertema prostitusi dan lokalisasi dalam berbagai sudut pandang di Brantas Room, kantor Radar Kediri kemarin.
Opsi Solusi Untuk Lokalisasi Semampir
Menurut wawali yang akrab disapa Ning Lik ini, dana itu untuk pelaksanaan pelatihan. Ditanya jenisnya, ia menyebut, menyesuaikan dengan keinginan warga di sana. Semua mucikari dan PSK yang asal Kota Kediri akan mendapat pelatihan.
"Kalau untuk warga luar daerah kan bukan wewenang Kota Kediri," tegasnya. Perempuan yang dilantik menjadi wawali 2 April lalu itu mengatakan, pemkot menyiapkan solusi komplet terkait penghentian prostitusi eks lokalisasi Semampir. Makanya, dia meminta warga di sana tidak perlu khawatir. "Pemerintah tidak mungkin menelantarkan rakyatnya. Pasti ada solusi," tuturnya.
Lalu, kapan pemkot menghentikan operasi lokalisasi Semampir?. Ning Lik mengaku, belum bisa memastikan waktunya. Sebab pemkot masih akan membahas dengan forum pimpinan daerah (forpimda). Forum ini beranggotakan kapolresta, dandim 0809, komandan brigif, komandan yonif, ketua DPRD, ketua pengadilan negeri (PN), dan kepala kejaksaan.
Kendati belum bisa menyebut waktu penghentian operasi, Ning Lik menyatakan, pemkot tidak akan memperpanjang izin menempati tanah di eks lokalisasi Semampir. Alasannya, pemanfaatan tanah aset pemkot itu menyalahi perizinan. "Kalau untuk karaoke dan untuk praktik prostitusi, izin pemanfaatan tanahnya tidak akan diperpanjang," tegasnya.
Sebelumnya, Sekkota Agus Wahyudi yang juga hadir dalam acara diskusi kemarin, menegaskan hal yang sama. Izin pemanfaatan tanah yang diajukan warga di eks Lokalisasi Semampir, ungkap dia, untuk izin tinggal. "Tapi praktiknya jadi tempat karaoke dan prostitusi," katanya.
Jika praktik itu dilanjutkan, Agus menyatakan, pemkot tak akan memperpanjang izin pemanfaatan tanahnya. Selama ini, warga yang menempati bangunan permanen membayar Rp 1.000 per meter persegi setiap bulan. Sedangkan bangunan non-permanen hanya Rp 750 per meter persegi tiap bulannya.
Untuk diketahui, rencana pemkot menghentikan operasi eks okalisasi Semampir itu menjadi bahasan dalam diskusi di Radar Kediri kemarin. Selain dihadiri perwakilan warga eks lokalisasi Semampir, juga hadir tim dari pemkot, kepolisian, akademisi, mahasiswa, aktivis LSM dari lembaga perlindungan anak (LPA) dan komisi penanggulangan AIDS daerah (KPAD) Kota Kediri. Sejumlah ormas keagamaan pun tampak hadir, ada perwakilan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, serta Hisbut Tahrir Indonesia (HTI).
Dalam diskusi kemarin, perwakilan warga Semampir menyatakan, tak keberatan penutupan eks lokalisasi Semampir. Sebab, penutupan memang sudah dilakukan sejak 1999 lalu. Tetapi, mereka meminta pemkot memberi solusi. "Proposal warga tentang alih fungsi untuk tempat liburan dan pasar loak masih belum ditindaklanjuti," kata Ketua RW V Semampir Cornelius Suyono. Selama ini, lanjut Suyono, warga hanya diberi secarik kertas terkait penutupan. Hal itu pula yang dinilainya menjadi masalah sosial dan belum terselesaikan hingga saat ini.
Menanggapi permintaan warga, Ning Lik mengatakan, sudah menyiapkan alternatif solusi. Hal senada diungkapkan Agus Wahyudi. "Kami akan komunikasikan dengan forpimda untuk kebaikan semua. Pemkot tidak ingin mematikan sandang pangan panjenengan semua,” tuturnya.