Asisten Pemerintahan dan Kesra Kota Kediri Mandung Sulaksono membuka secara resmi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pelayanan Prima dilingkungan Pemerintah Kota Kediri yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Kediri.
Diklat yang diselenggarakan di Ruang Tumapel BKD (7/12) ini diikuti oleh pejabat dan staf bidang pelayanan dilingkungan Pemerintah Kota Kediri. Adapun sasaran dari diklat ini adalah untuk mewujudkan SDM yang mampu menjalankan tugas sejalan dengan kode etik Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam sambutannya Mandung Sulaksono mengatakan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, aparatur pemerintah dituntut untuk lebih profesional dalam konteks menguasai bidang keahlian dan pekerjaannya, sehingga masyarakat bisa terlayani dengan baik.
“Tahun 2016 mendatang Pemerintah Kota Kediri melaunching Kediri The Service City. Kota Kediri akan menjadi kota jasa. Sebelum dilaunching pelayanan yang kita berikan kepada masyarakat harus matang dan maksimal,” ujar Mandung dihadapan 40 orang peserta diklat.
Mandung juga berpesan pimpinan SKPD harus meneladani dan mangubah mindset perubahan. “Layani dengan baik dan setulus hati. Coba inovasi pelayanan dan benahi pelayanan terhadap masyarakat di 46 kelurahan, sehingga masyarakat merasa puas,” pesan Mandung.
“Dalam pelayanan harus ada persamaan persepsi dari bawah ke atas, harus ada sinergitas. Kita harus mempersiapkan pelayanan dengan sebaik-baiknya sebelum identitas kota jasa pada Kota Kediri dilaunching. Ikuti diklat ini dengan sebaik-baiknya. Semoga bisa bermanfaat dan diterapkan dalam pelayanan,” harap Mandung diakhir sambutannya.
Selanjutnya Kepala Diklat Teknis Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemprov Jatim Nawang Ardiani mengatakan, ada beberapa keluhan tentang kualitas pelayanan publik yang menjadi perhatian kita bersama.
Nawang menjelaskan yang pertama adalah kurang responsif. Untuk itu semua tingkatan unsur pelayanan, mulai dari petugas pelayanan sampai dengan tingkat pertanggung jawaban instansi harus tanggap terhadap berbagai keluahan dan harapan masyarakat.
“Kedua, kurang informatif. Penyampaian berbagai informasi kepada masyarakat harus informatis dan transparan. Ketiga, kurang aksesiable, lokasi berbagai unit pelaksana pelayanan publik jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga masyarakat kesulitan saat membutuhkan pelayanan,” terang Nawang.
Nawang melanjutkan, keempat adalah kurang koordinasi sehingga sering terjadi tumpang tindih dan pertentangan kebijakan. Kelima ada birokratis, pelayanan umunya dilakukan melalui proses berbagai level, sehingga waktu penyelesaiannya lama.
“Dan yang keenam adalah inefisiensi, berbagai persyaratan yang harus dipenuhi masyarakat sering tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan,” ujar Nawang.