Johan Prasetyo, dari Striker ke Pelatih Kota Kediri

pengumuman | 28/01/2013

     "Sebenarnya saya masih ingin main bola," ujar Johan Prasetyo saat ditemui di ruang ganti Persik (17/1). Mantan tukang gedor skuad Macan Putih ini tidak melanjutkan kalimatnya. Dia terlihat sibuk mengelap air hujan yang membasahi wajahnya dengan handuk.

       Siang itu, Johan baru saja mendampingi pelatih Saiful Bahri mengasah kemampuan tim Kota Kediri yang dipersiapkan di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur di Madiun, Juni nanti. Beberapa menit kemudian, Johan kembali berbicara. Namun suaranya lebih lirih. "Kaki saya sudah tidak bisa diajak main bola," urainya sambil memakai seragam dinas khas warna krem Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Kediri.

        Sejurus kemudian, Johan terduduk di bangku ruang ganti. Kenangan cedera kaki kanan yang dialami saat ditabrak stopper Persmin Minahasa pada babak semifinal Ligina XII 2006 kembali muncul. Saat itu, striker andalan Persik ini mencoba masuk kotak penalti Persmin.

       Namun, belum sampai masuk kotak terlarang, pemain asal Kamerun tersebut melakukan takling keras. Akibatnya Johan harus ditandu ke luar lapangan. Johan lantas digantikan striker muda Qischil Gandrumini. Tetapi nasib serupa juga dialami Qischil. Diapun kena takling Etoga. Pemain yang saat ini membela Arema Cronous tersebut juga harus ditandu keluar lapangan. Beruntung dalam laga itu Persik berhasil menang. Sehingga berhak lolos ke partai puncak menghadapi PSIS Semarang. Puncaknya, Macan Putih menjadi juara LiginaXII 2006.

        Sepulang ke Kediri, Johan dan Qischil langsung menjalani operasi. Tidak tanggung-tanggung, operasi dilakukan di Jakarta agar cepat sernbuh. Sayang meski Johan sudah menjalani operasi, tetapi cedera yang dialami tidak kunjung pulih 100 persen. Sehingga, dia terpaksa absen dari kompetisi sepak bolaTanah Air. Sedangkan, Qischil sudah bisa bermain lagi.

        Setelah absen selarna tujuh tahun dari sepak bola, mantan tukang gedor timnas Garuda ini tidak bisa melupakan olahraga paling favorit di Indonesia. Dia tetap ke Stadion Brawijaya selain menjaga fisik, Johan juga kangen rasanya menendang bola. "Hanya game-game kecil saja," ujarnya.

      Setelah merenung bertahun-tahun akhimya johan mengambil langkah. Dia memutuskan gantung sepatu sebagai pemain. Pemuda ini lebih memilih sebagai pelatih. Karena pernah berstatus pemain nasional, Johan tidak mengalami kesulitan mendapatkan lisensi kepelatihan. Dia juga mendapatkan keistimewaan. Jika masyarakat umum harus merintis dari lisensi D, Johan langsung ke lisensi C. "Saya dapat lisensi C pada 2010," akunya

       Dengan mengantongi lisensi C, bapak satu anak ini ingin membagikan ilmu dan pengalamannya kepada pemain sepak bola di Kota Kediri. Untuk itu, Johan bersedia menjadi asisten Saiful Bahri dalam menangani Tim Kota Tahu di Porprov Jatim 2013.

       Yang menarik, Johan tidak mau langsung rnenjadi pelatih kepala. Dia lebih sreg menjadi asisten pelatih. Johan merasa masih sangat hijau di dunia kepelatihan. "Saya ingin belajar dulu. Asisten pelatih itu lebih pas," katanya.

      Dengan menjadi asisten pelatih, lelaki kelahiran Semarang, 7 Juni 1982 ini mengalami banyak perubahan. Dia ingin menjadi panutan anak didiknya. Untuk itu, Johan berusaha menjadi contoh yang baik. Setiap pelatihan, dia datang lebih awal dibandingkan pemain. "Minimal 30 menit sebelum pemain datang. Saya sudah ada di lapangan," ujarnya.

         Karena itulah, Johan tidak sempat pulang ke rumah setelah dari kantor DPPKAD. Dia memilih menuju Stadion Brawijaya. Seragam dinas langsung dicopot dan diganti pakaian olahraga, Sepatu Vantofel juga diganti sepatu sepak bola.

      Tidak itu saja, Johan juga identik dengan buku dan bolpoin ditangan. Semua hasil latihan anak didiknya, dicatat dengan baik. Karena itu, sejumlah temannya di Persik sering menggodanya sebagai tuan tanah. Namun, godaaan tersebut dianggap sebagai angin lalu. "Saya senang jadi asisten pelatih," ujarnya

       Kecintaannya pada si kulit bundar itulah yang membuat Johan tidak pernah berpikir soal uang. Dia tidak pernah mempersoalkan berapa honor yang didapat dari asisten pelatih Porprov Jatim. Baginya uang bukanlah hal utama. "Saya butuh pengalaman dan ingin rnemberikan ilmu yang saya punya," tuturnya. Ke depan, Johan tidak ingin terus menjadi asisten pelatih. Dia bertekad menjadi pelatih. Tidak tanggung-tanggung, pelatih nasi­onal diidamkannya. "Suatu hari nanti, saya ingin menjadi pelatih tirnnas," ujarnya.

Kediri, Radar