Sosok ramah langsung terlihat jika bertemu dengan pria satu ini. Meski seorang pendekar atau lebih tepatnya mantan pendekar profesional, penampilannya tidaklah sangar atau menakutkan bagi orang lain yang baru bertemu dengannya. Senyum lebar acap tersungging dari bibirnya. Canda tawa renyah juga meluncur deras dari percakapan-percakapannya. Meskipun, keseriusan tak hilang dari perawakannya ketika berada di depan para pesilatnya.
Para pesilat yang rata-rata berusia 20 tahun ke bawah itu pantas memberi hormat kepada Ali Imron yang menjadi pelatih mereka. Sebab, pria yang tinggal di Kelurahan Kaliombo, Kecamatan Kota Kediri itu bukan sembarang pelatih.
Sebelum menjadi pembimbing para pesilat muda Kota Kediri, Ali adalah seorang pesilat tangguh. Kiprahnya sudah tidak ada yang meragukan di Jawa Timur hingga akhir 2000. Sebab, berulang kali Ali menjadi andalan Jawa Timur di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON). "Saya dulu turun di kelas D putra," kenang pesilat yang pernah meraih medali perunggu di PON Jatim 1996 tersebut. Berikutnya pada 2000 Ali juga kembali turun di PON yang sekaligus menjadi PON terakhirnya kala itu.
Beberapa tahun sebelumnya, pria yang tinggal di Jalan Urip Sumoharjo 159, Kota Kediri tersebut beberapa kali menjuarai berbagai kejuaraan penting. Salah satunya adalah menjadi jawara di ajang seleksi nasional (seleknas) dua tahun berturut-turut. Yakni pada 1994 dan 1995 silam. "Saat itu saya menjuarai wilayah Indonesia Timur," kenang pria yang sekarang mengajar di MTsN Model Pare itu.
Seleknas itu adalah salah satu saringan untuk melaju di ajang South East Asian (SEA) Games. Sebelum dikirim ke SEA Games, atlet harus bisa menjadi juara di seleknas itu. "Saya masuk seleknas dua kali Yakni SEA Games Chiang Mai dan Brunei," tuturnya. Sayang, meski sudah menjuarai seleknas di wilayah Indonesia Timur, dirinya tetap gagal lolos ke ajang SEA Games. Pasalnya, saat itu kalah dalam seleksi terakhir. Yaitu saat diadu dengan pesilat yang menjurai seleknas di Indonesia Barat. "Hanya satu yang berangkat ke SEA Games," kata Ali.
Namun, Ali sama sekali tidak menyesali kekalahan tersebut. Dia mengikhlaskan kekalahan itu dan merelakan posisi SEA Games jatuh ke pesilat Indonesia lainnya. Sebab, pesilat yang berhasil menghentikan langkahnya ke SEA Games tersebut benar-benar pesilat yang tangguh dan berkualitas. "Saya kalah dari juara Indonesia Barat waktu itu, Abbas Akbar namanya," sebutnya.
Pesilat itulah yang akhirnya bisa mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di cabang pencak silat SEA Games Chiang Mai dan Brunei. Setelah pensiun, Ali aktif melatih di Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kota Kediri sejak beberapa tahun lalu. Harapannya kini ditumpukan kepada para anak asuhnya. Dia sangat berharap suatu saat nanti banyak pesilat binaannya yang bisa menyamai atau bahkan melebihi prestasinya dulu.
"Kepuasan pelatih kalau ada atletnya yang bisa sukses," sebutnya sembari tersenyum. Salah satu kunci kesuksesan yang ditanamkan ke anak didiknya adalah kedisiplinan dan kerja keras. Sebab, tanpa kedua hal itu, prestasi tak akan mungkin didapatkan.
Kediri, Radar