Ditemui di Hotel Merdeka, kemarin, lelaki asal Makassar itu terlihat santai. Mengenakan hem lengan pendek warna putih dengan bawahan gelap, penampilan Heriyadi jauh dari kesan seorang prajurit militer. Kecuali hanya potongan rambutnya yang cepak dan badannya yang tegap yang mengesankan hal itu.
Apalagi, pria kelahiran 22 Oktober 1967 ini ternyata akrab dengan wartawan, jauh sebelum dia bertugas di Kediri. "Nama Kediri sudah saya kenal sejak masih kecil karena rokoknya," ucap Heriyadi yang kemarin bersedia menemui wartawan koran ini di lobi dalam bawah tangga menuju lantai dua.
TENTANG DANDIM HERIYADI
Nama : Letkol Inf Heriyadi
Lahir : Makassar, 22 Oktober 1967
Istri : Rusmiati
Anak : Wiryantari Ahdani Pratiwi, Alya Raitian Safira
Riwayat Karir :
Meski tinggal di Makassar yang jauh dari Kediri, ayah Heriyadi ternyata penggemar rakok Gudang Garam (GG). Makanya, dia sering diminta sang ayah untuk membelikan rokok tersebut. Dari situlah dia mengenal kota ini. "Dulu penasaran di mana tempatnya. Maklum, saya tinggal di kampung," imbuhnya.
Bukan hanya dari rokoknya, Heriyadi mengenal kota ini dari tenis mejanya. Maklum, dia adalah penghobi olahraga tersebut. Saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), dia pernah mengungkapkan keinginannya untuk menimba ilmu di perkumpulan tenis meja (PTM) milik PT GG. Ketika itu masih bernama PTM sebelum berubah menjadi PTM Surya dan kini menjadi PTM Pro Kediri.
Akan tetapi, keinginan pria yang sebelum ini menjabat Perwira Bantuan Madya Pendidikan (Pabandya Dik) Kodam V Brawijaya tersebut untuk menjadi atlet tenis meja ditolak oleh sang ayah. Lalu, untuk menghiburnya, sang ayah meyakinkan bahwa kelak jika sudah dewasa dia akan tinggal di Jawa. Benar saja, doa orang tua didengar Tuhan. Begitu lulus SI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Uniyersitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, dia melanjutkan ke Sekolah Perwira (Sepa) TNI AD yang diselesaikannya pada 1993.
Setelah itu, Heriyadi langsung ditugaskan di Kodam Diponegoro Jawa Tengah selama 11 tahun. Setelah itu, pindah ke Kodam Iskandar Muda Aceh selama enam tahun. Saat bertugas di Tanah Rencong itulah dia sempat menyaksikan tsunami yang menelan ratusan ribu korban jiwa pada 26 Desember 2004. "Waktu itu saya sedang bertugas dan ikut berlari menyelamatkan diri," kenang lelaki yang juga alumnus S2 Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gajah Mada (UGM) Jogja ini.
Dari Aceh, Heriyadi lantas berpindah tugas ke Kodam V Brawijaya, Jawa Timur. Lalu, tanpa disangka, Kediri yang sudah diidamkannya untuk disinggahi sejak masih SD menjadi tempat tugasnya kini. Ini adalah surprise baginya. "Dulu kenal Kediri hanya dari jauh. Eh, sekarang bisa benar-benar bertugas di Kediri," tandas Heriyadi yang sudah tiba di Kediri sejak Rabu (26/12) lalu. Tadi malam, dia mengikuti lepas sambut dengan Letkol Bambang Sudarmanto di Gedung Setyo Santoso Makodim 0809.
Sebagai pejabat baru, Heriyadi mengaku siap melanjutkan program yang telah dirancang oleh Letkol Bambang, Sebagai dandim, tugas pokoknya adalah melakukan pembinaan teritorial. "Terjemahannya sederhana, TNI harus baik-baik dengan rakyat. Program paling pokok adalah melakukan pendekatan kepada rakyat," aku ayah dua anak ini.
Pendekatan kepada rakyat, menurutnya, bisa diterjemahkan dalam banyak program. Terutama, untuk membantu kesulitan masyarakat di daerah. Dan, untuk menyukseskan itu semua, dia siap mengefektifkan komunikasi sebagai senjatanya. Kesadaran akan arti penting komunikasi ini bisa dimaklumi. Sebab, Heriyadi adalah alumnus diklat jumalistik yang digelar selama beberapa bulan oleh Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.
Lewat komunikasi yang baik, pencapaian tujuan akan lebih mudah. "Saya akan banyak-banyak membangun komunikasi dengan siapa saja," kata mantan asisten pribadi (aspri) Pangdam V Brawijaya pada era Mayjen Gatot Nurmantyo dan Mayjen Murdjito ini. Karena itu pula, tak heran jika Heriyadi cepat akrab dengan wartawan. Apalagi, saat bertugas di Aceh, dia pemah menjabat kasatgas penerangan. Dengan jabatannya itulah dia biasa rnengantar wartawan melakukan liputan. Termasuk, ke pulau terluar di Aceh yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Dengan naik helikopter, suami Rusmiati ini menjelaskan dan menunjukkan langsung kepada para wartawan tentang beratnya tugas TNI dalam menjaga daerah perbatasan. Misalnya, untuk kebutuhan air minum, para prajurit harus menampung hujan, Adapun untuk makan, harus memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan alam di sekitarnya. "Wartawan jadi tahu langsung ketika pasukan secara spontan mengambil air mineral dibanding puluhan jenis roti dan makanan lain yang diberikan. Sebab, air rnemang menjadi bahan kebutuhan yang langka," kisahnya melalui komunikasi yang baik seperti itu, wartawan pun bisa membuat liputan yang proporsional dan memberi informasi positif kepada masyarakat.
Ditanya tentang kondisi Kediri yang sebentar lagi mempunyai hajat pemilihan walikota dan wakil yang berbarengan dengan pemilihan gubernur (pilgub), Heri menegaskan bahwa TNI sudah rnempunyai rambu-rambu yang tegas yaitu harus netral dan tidak terlibat politik praktis. Namun, kodim siap membantu pemkot dan Polres Kediri Kota dalam pengamanannya. "Kami tidak boleh terlibat politik praktis, tapi siap mengamankan pilkada," tegasnya.
Kediri, Radar