Genangan air saat hujan menjadi inspirasi tiga siswa SMAN 3 Kediri. Banjir yang dianggap musibah, mereka ubah menjadi listrik energi cadangan. Penelitian ini menyabet juara II lomba karya ilmiah remaja (KIR) di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.
"Awalnya hanya iseng karena di Kota Kediri sering terjadi banjir dan banyak genangan air yang mengganggu. Setelah diteliti, alhamdulillah bisa juara," seru Regina Denok Imaniar, siswa kelas X, salah satu peneliti.
Selama ini di Kota Kediri memang kerap muncul banyak genangan air saat hujan. Bahkan, beberapa daerah menjadi langganan banjir. Ini karena drainase tidak bisa berfungsi maksimal. Sehingga, air tumpah ke jalan dan menggenang ke perkampungan warga.
Melihat kondisi ini, Regina bersama Marhendra Bangun Tirto, siswa kelas XI akselerasi, dan Girisena Ergasera, siswa kelas XI, lantas berdiskusi. Mereka mengupas bagaimana agar bisa memanfaatkan genangan air hujan yang dianggap mengganggu itu.
Setelah googling di internet dan berdiskusi dengan Machrus Bachroni, guru pembimbing mereka, ketiganya sepakat untuk mengubah air banjir yang melimpah itu menjadi energi listrik. Judul penelitian mereka adalah, Pemanfaatan Saluran Drainase sebagai Sumber Energi Cadangan melalui Sukir atau Sumur Resapan dan Kincir Air sebagai Upaya Optimalisasi Lahan dan Perencanaan Green City.
Pengumpulan data sebelum penelitian langsung dilakukan sejak Desember 2012 lalu. Meski sudah menemukan konsep yang menarik, bukan berarti mereka tak menemukan hambatan. Sesuai rencana awal, pengubahan air bah menjadi listrik itu dilakukan dengan mengumpulkan air melalui drainase yang ada di Kota Kediri. Selanjutnya, dibuat tempat penampungan air yang diberi kincir air. Energi listrik akan timbul dari pergerakan kincir air itu.
"Kalau praktik secara langsung kan butuh biaya yang sangat besar. Akhirnya kami menyiasati dengan praktik melalui miniaturnya," sambung Girisena Ergasera atau yang akrab disapa Sera. Untuk mengganti tempat penampungan air dari ratusan saluran drainase di Kota Kediri, mereka menggunakan akuarium mini. Kemudian, kincir air dimasukkan di dalam akuarium dan diberi dinamo, ini bertujuan untuk menggerakkannya. Hasilnya, pergerakan kincir air itu berhasil mengeluarkan energi listrik.
"Semakin banyak air di kolam, akan semakin banyak energi listrik yang keluar," sahut Marhendra. Meski sudah bisa mencari solusi pemanfaatan air hujan untuk energi listrik, bukan berarti penelitian mereka selesai. Ketiganya masih harus merancang konsep green city atau kota hijau. Secara gotong royong, Regina, Sera, dan Marhendra lantas membuat maket green city. Lengkap dengan pepohonan dan beberapa kelengkapan dalam green city.
Karena seluruh penelitian dilakukan di rumah Marhendra di Gang VIII, Kelurahan Mojoroto, Sera dan Regina yang tinggal di Kelurahan Rejomulyo, Kota Kediri harus bolak-balik ke sana. Waktu di luar sekolah pun praktis dihabiskan ketiganya di rumah Marhendra selama Desember 2012 hingga Januari lalu.
Dua bulan fokus melakukan penelitian, mereka masih mempunyai pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan. Yaitu, mengukur arus listrik yang bisa dihasilkan dari air hujan yang diolah tersebut.
"Kami sudah menggunakan volt meter, tapi tetap sulit rnengukur besar arus listrik yang dihasilkan," ungkap Regina. Nahasnya, hal tersebut ternyata ditanyakan dalam presentasi yang berlangsung akhir Februari lalu. Karena penelitian memang belum bisa mengukur arus listrik, mereka pun menyatakan jika penelitian itu perlu tindak lanjut penelitian lagi.
Selain mendapat pertanyaan tersebut, Regina, Sera, dan Marhendra juga dicecar seputar kelemahan penelitian mereka. Terutama, tentang perawatan drainase yang menjadi sumber saluran air untuk diolah menjadi listrik.
Di depan juri, mereka mengakui, jika perawatan drainase butuh ketelatenan. Sebab, jika tak dirawat secara rutin, drainase akan tersumbat kotoran. Akhirnya, pasokan air yang akan diubah menjadi energi listrik akan berkurang.
Kelemahan lainnya, pasokan listrik hanya didapat saat rnusim hujan. Sedangkan saat musim kemarau, listrik tak bisa dihasilkan karena drainase kering. "Tujuan utama penelitian ini memang memanfaatkan genangan air saat hujan menjadi energi listrik. Jadi, ya saat musim hujan saja," imbuh Regina. Rasa dag dig dug selama presentasi di depan dewan juri pun terbayar lunas. Dari 10 finalis yang diundang untuk mengikuti presentasi, karya tulis mereka dinobatkan menjadi juara II.
Ketiganya pun tak bisa lagi menyembunyikan rasa haru. Sebab, 10 karya tulis yang masuk 10 besar itu mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Sebagai hadiah, mereka mendapat uang pembinaan Rp 2 juta, kemudian voucher, trofi, dan sertifikat. Lantas akan dipakai untuk apa hadiah yang didapatkan? Ketiganya kompak menjawab akan menggunakannya untuk penelitian selanjutnya.
Dalam waktu dekat mereka juga akan mengirimkan hasil penelitiannya ke Pemkot Kediri. Dengan demikian, pemikiran mereka tak hanya berhenti di karya tulis. Tetapi juga bisa diterapkan di Kota Kediri untuk mengatasi banyaknya genangan air dan banjir. "Ini bisa menjadi solusi. Semoga pemkot rnau menerapkannya," sahut Marhendra diamini oleh Regina dan Sera.
Kediri, Radar