"Kami nggak nyangka banget bisa jadi juara II. Soalnya, dari awal pas ambil DNA waktu sesi praktikum, hasilnya buram. Pas presentasi juga sempat nggak bisa menjawab pertanyaan juri," beber aprianika Retta Haphita Sari alias Tata saat ditemui wartawan koran ini di sekolahnya, pekan Lalu. Untuk bisa meraih juara II, Tata bersama dua temannya, Ana Silvi Nikina (Ana) dan Monica indah Habsavi (Monik), memang harus meraihnya dengan susah payah. Ada beberapa tahapan lomba yang harus mereka lewati sebelum masuk ke babak final.
Di tahap tes tulis, total ada 60 tim dari sekolah di Jawa dan Bali yang mengikuti seleksi. Di sana, Tata, Ana, dan Monik harus mengerjakan tiga bidang soal. Yaitu, bidang bioteknologi aplikasi, biologi, dan kimia. "Kami bagi satu per satu. Sesuai aturan panitia memang harus begitu. Satu anak mengerjakan satu soal," sambung Ana.
Meski ada beberapa materi soal yang tak bisa dikerjakan, tiga gadis kelas XI ini mengaku lega. Sebab, mereka dinyatakan rnasuk semifinal bersama 30 tim lainnya. Dalam bahan ini kekompakan mereka harus diuji. Sebab, dalam rally games mereka harus mencari soal-soal yang lokasinya disembunyikan. Setelah ketemu soalnya, ketiganya harus kembali bekerja sama untuk bisa menyelesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
Saking groginya mengerjakan soal dalam tahap rally games, mereka tak sempat memikirkan hasilnya. Makanya, kegembiraan tak bisa disembunyikan begitu wakil salah satu SMA favorit di kota Kediri ini dinyatakan lolos ke final bersama lima tim lainnya. "Waktu itu sudah nggak mikir (lolos) padahal," kata Monik.
Seolah meniti anak tangga, babak final memang yang paling berat dibanding dua babak lainnya. Di babak ini, Tata, Ana, dan Monik harus bekerja sama untuk praktik membuat pofymerose chain reaction (PCR). Di babak ini, trio jurusan IPA ini harus mengambil sampeldeaxyribo nucleicacid (DNA) dari bakteri dengan pipe mini.
Karena sudah terbiasa melakukannya dalam praktikum, hal tersebut tidaklah terlalu sulit. Yang menyulitkan, bakteri itu ada di antara beberapa lapisan cairan. Rupanya, saat mengambil sampel menggunakan pipet, cairan yang diambil terlalu banyak. Sehingga, sampel bakteri yang diambil terlihat buram. Dengan hasil yang tak maksimal tersebut, Tata bersama Ana dan Monik sempat down. Mereka berpikir tak akan bisa memenangi lomba yang diikuti oleh tim terbaik di Jawa dan Bali itu.
Meski demikian, mereka tetap memompa semangat untuk melanjutkan tugas selanjutnya. Sebab, usai mengambil sampel bakteri, mereka harus bisa mengidentifikasi jenis bakteri dengan menggunakan program di komputer yang telah disiapkan panitia. Di tahap akhir, mereka harus bisa mempresentasikan hasil identifikasi di depan juri dan menjawab sejumlah pertanyaan.
Di sini, ketegaran mereka kembali diuji. Selain juri lokal, ada satu dewan juri asal Francis yang memberi pertanyaan pada Monik. Celakanya, Monik yang basic-nya gemar kimia kurang menguasai materi sehingga tak bisa menjawab. "Sesuai aturan, kalau nggak bisa menjawab bisa bilang pas dan dilanjut ke pertanyaan lain. Tapi, kami langsung tambah down saat itu," sambung Monik
Sesi praktikum yang diakhiri dengan wawancara benar-benar membuat kelompok ini sempat kehilangan harapan untuk menang. Harapan mereka semakin sima saat melihat ekspresi lima tim lain yang keluar dari ruang presentasi dengan mimik wajah ceria.
Makanya, saat pengumuman pemenang, mereka tak berharap banyak. "Kami bertiga hanya akan mendapat juara harapan III," kenang Ana. Harapan baru muncul sedikit demi sedikit saat nama tim tak kunjung dipanggil ketika panitia mengumumkan Juara harapan III hingga harapan I.
Tata, Ana, dan Monik langsung saling pandang. Mereka merasa cukup gembira meski hanya akan meraih juara III. "Ternyata yang diumumkan lebih dulu juara II, dan SMAN 2 disebut sebagai juara II. Kami speechless, tidak bisa berkata apa-apa," lanjut Ana.
Rasa penasaran ketiganya terjawab saat dewan juri menyebut hasil sampel bakteri yang diambil tak semuanya buram. Dari dua sampel, ada satu sampel yang jernih. Kemudian, meski sempat tak bisa menjawab pertanyaan, cara presentasi yang relatif lancar, tertata dan sopan, menjadi nilai plus. Usai meraih juara II di Ubaya, Tata dan Ana harus siap-siap kembali berlaga dalam olimpiade sains provinsi, Juni nanti. "Hasil di Ubaya bisa jadi bekal kami," sambung Tata.
Kediri, Radar