* Terlambat ke Sekolah, Hukumannya Bersihkan Taman
Tidak semua sekolah menerapkan 18 nilai pendidikan berkarakter bangsa. Mulai pengolahan limbah hingga membuka kantin kejujuran, inilah yang dipraktikkan warga SMPN 4 Kediri. Hasilnya, mereka menuai penghargaan tingkat provinsi.
Suasana teduh terlihat di halaman depan SMPN 4 Kediri. Terik matahari yang cukup menyengat seakan tak terasa saat Radar Kediri berkunjung ke sana, Senin (28/10). Pohon rindang dan puluhan tanaman hias mempercantik halaman depan kelas.
Taman tersebut merupakan salah satu dari 18 nilai prakerti yang diterapkan sekolah ini. Seluruh warganya, mulai kepala sekolah (kasek) hingga siswa diajak peduli lingkungan. Mereka tidak hanya menanam, tetapi juga memelihara.
Semilir angin menambah sejuk sekolah di jl Penanggungan, Kota Kediri itu. Ketika wartawan koran ini munuju ke ruang tata usaha, dua perempuan berjilbab terlihat sibuk di dalam ruangan berukuran 5 x 12 meter tersebut. "Silakan masuk Mas," ucap salah satu perempuan berjilbab itu.
Tak lama kemudian seorang pria berpakaian Korpri datang dan mempersilahkan duduk. Dengan ramah ia mengenalkan dirinya, Muchamad Arifin. Pria berusia 39 tahun ini adalah guru bimbingan konseling (BK). Selain itu, dia juga ketua Widya Prakerti Nugraha SMPN 4 Kediri.
Baru-baru ini SMPN 4 Kediri menerima penghargaan lomba Widya Prakerti Nugraha tingkat provinsi.
Sebuah lomba yang diadakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Penghargaan ini ditujukan bagi sekolah yang menyelenggarakan pendidikan berkarakter bangsa.
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Timur," ungkap guru kelahiran Trenggalek ini. Penganugerahan diberikan di Surabaya, pada 22 Oktober silam. Piala diterima Kepala SMPN 4 Kediri Marsudi Nugroho.
Sebanyak 38 SMP dari perwakilan kabupaten/kota di Jawa Timur mengikuti acara ini. Terdapat 18 kriteria dalam perlombaan yang barus diimplementasikan di sekolah. Di antaranya nilai religius, nilai kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, nilai bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan nilai tanggung jawab.
SMPN 4 terpilih lantaran memenuhi kriteria. Soal kepedulian lingkungan misalnya. Tak hanya taman yang indah. Di sepanjang jalan depan ruang kelas tampak dipenuhi bunga-bunga imitasi.
Jika dilihat sekilas, bunga tersebut tak tampak bedanya, tetapi jika diperhatikan bunga tersebut merupakan hasil pengolahan limbah. Limbah dari gelas plastik air kemasan, botol minuman, hingga sendok plastik. "Bahan-bahan plastik itu diolah menjadi berbagai bunga," kata Arifin.
Selain cinta lingkungan, program pengolahan limbah ini juga merupakan implementasi nilai kreativitas dan kemandirian. Siswa yang terlibat dalam kegiatan ini tergabung dalam kelompok kerja (pokja) sampah.
Kegiatan itu menarik minat Dita Pradina untuk bergabung. Siswi kelas IX C ini sangat antusias jika bicara soal lingkungan. "Kami juga melakukan pembibitan," ungkap gadis berusia 14 tahun yang juga mengikuti ekstrakulikuler penyiar radio sekolah ini.
Dalam implementasi nilai semangat kebangsaan dan cinta tanah air, siswa-siswi turut aktif dalam kegiatan peringatan hari kebangsaan. Selain rutin upacara bendera, tim teater membuat sebuah pertunjukan teatrikal. Saat ini mereka sedang berlatih untuk pertunjukan peringatan Hari Pahlawan, 10 November mendatang.
Daeng Ken Sugiarta, ketua OSIS, turut serta dalam pertunjukan tersebut. Setiap Sabtu mereka latihan. Pertunjukan teatrikal itu akan ditampilkan usai upacara bendera. "Latihannya sepulang sekolah," ujar remaja yang memilih taekwondo sebagai pengembangan dirinya itu.
Sebagai sarana penopang nilai rasa ingin tahu, nilai bersahabat, dan gemar membaca, sekolah membuat taman belajar. Mereka juga menambah koleksi buku perpustakaan, terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. "Siswa juga dibina mengikuti program karya ilmiah remaja(KIR)," ungkap Arifin.
Nilai kejujuran dan tanggung jawab ditunjukkan siswa dari kantin kejujuran. Di kantin tersebut. siswa diajarkan untuk berbuat jujur dan bertanggungjawab. Mereka mengambil makanan, membayar, dan mengambil kembalian sendiri.
Untuk mengajarkan nilai disiplin, bagi siswa yang terlambat masuk sekolah mendapat hukuman. Mereka harus meminta izin ke guru piket agar bisa mengikuti pelajaran. Terkadang siswa diberi hukuman membersihkan taman sekolah. Oleh sebab itu, Dita harus berangkat dari Gurah sekitar pukul 05.30. "Takut terlambat saja," ungkap siswi penyuka novel Raditya Dika ini.
Yang menarik, di depan ruang guru juga terdapat lemari kaca. Di dalamnya terdapat banyak barang, seperti buku, topi, jam tangan. Temyata barang-barang itu sebelumnya tertinggal, lalu ditemukan. Yang menemukan memasukannya dalam lemari tersebut.
"Siswa yang kehilangan barang bisa melihat di sana," ungkap Daeng sambil tersenyum. Setiap seminggu sekali, para siswa menyisihkan uang saku. Uang tersebut digunakan untuk membantu teman lain yang membutuhkan. Daeng dan Dita menyisihkan Rp 2.000 setiap minggunya. Kegiatan ini menumbuhkan rasa peduli sosial siswa. Hal itu juga mengajarkan nilai toleransi terhadap sesama teman.
Untuk nilai menghargai prestasi, sekolah memajang piala atau penghargaan yang diterima siswa di ruang guru. Sekolah juga mengirim siswa dalam berbagai kompetisi antar pelajar. Untuk meningkatkan nilai kerja keras, hampir di setiap dinding dipasang motto penyemangat.
Dalam meningkatkan nilai religius, setiap hari siswa diwajibkan melakukan salat Duha berjamaah. Hal tersebut diharapkan dapat membiasakan mereka menjalankan ibadah salat sunah.
Siswa juga diajarkan sistem demokrasi. Hal terkecil yang mereka lakukan adalah memilih ketua kelas. Pada Desember mendatang, para siswa akan memilih ketua OSIS pengganti Daeng yang harus berkonsentrasi di ujian nasional.