* Sejak Balita Sudah Diapungkan di Kolam Renang
Tunarungu tak membatasi Inggita untuk berprestasi. Bahkan, namanya sudah dikenal sebagai perenang andal dari Kota Kediri. Terbukti, selama dua tahun berturut-turut, dia mampu mempertahankan medali emas untuk gaya punggung.
Siang itu (29/10), waktu menunjukkan pukul 11.00. Pelajaran di kelas VI SDLB-B Putera Asih, Kota Kediri terpaksa berhenti ketika salah satu siswanya, Inggita, didatangi ayahnya, Adjar Darmawan. Melihat ayahnya, gadis berjilbab yang duduk di bagian belakang itu pun sumringah.
Didampingi guru kelas Agus Supriyanto, Adjar pun menunjukkan sejumlah medali dan sertifikat kepada anak semata wayangnya. Gadis tunarungu itu pun memahami maksud ayahnya. Kehebohan sempat terdengar ketika Inggita berkomunikasi bahasa isyarat dengan sejumlah temannya. Bersama Agus dan Adjar, ia menuju ruang guru untuk menjalani wawancara dengan Radar Kediri.
Di usianya ke-13 tahun, tubuh Inggita termasuk tinggi dibanding teman-temannya. Ini tak lain buah dari hobinya berenang, Hobi yang telah membawa pemilik nama lengkap Inggita Prameswari Darmawan ini dikenal sebagai perenang andal. Tidak hanya di tingkat lokal, tetapi hingga nasional.
Ya, baru saja Inggita kembali mempertahankan medali emas lomba renang 50 meter gaya punggung. Prestasi yang diraihnya dalam Pekan Paralympic Pelajar Nasional (Peparpenas) mengulang kesuksesan tahun lalu.
Tak hanya medali emas, Inggita juga berhasil membawa pulang satu medali perak untuk gaya dada serta satu perunggu untuk gaya kupu-kupu. "Senang," ucap Inggita terbata-bata seraya tersenyum.
Meski begitu, perolehan itu meleset dari targetnya. Sebelumnya, Inggita berharap bisa membawa pulang dua emas untuk gaya punggung dan dada. Sebab, tahun lalu, dia telah mendapatkan perak pada gaya dada. Tapi, karena kelelahan, emas yang tinggal diraihnya itu pun lepas. "Capek," ucap putri pasangan Adjar Darmawan dan Retna Indrawati ini sambil menggerakkan kakinya. Dengan dibantu Agus, dijelaskan kalau Inggita mengatakan mengalami kelelahan di kakinya. Melihat ini, Adjar juga menjelaskan kalau anak tunggalnya itu agak manja. Ketika mulai kelelahan, Inggita pun kadang ikut menyerah. Semangat berjuang inilah yang diakui Adjar masih harus dilatih lagi dari Inggita.
Kecintaan pada renang memang sudah tercium Adjar sejak Inggita masih balita. Hal itu tampak ketika Inggita dibawa ke kolam renang. "Waktu diapungkan ke kolam, kakinya langsung gerak-gerak cepat," kenang Ajar yang juga guru bahasa Indonesia di SMAN 8 Kediri itu.
Melihat ini, Ajar langsung memasukkan Inggita ke Pagora. Di tempat itulah, putrinya digembleng menjadi atlet. Dia pun mendapat kesempatan bersaing dengan teman-temannya yang normal.
Beberapa tahun lalu, Inggita beralih ke klub renang ELS Semampir Kemampuannya pun kian terasah, hingga akhirnya, Karmani, ketua National Paralympic Comittee, induk yang menaungi atlet difabel melihat kemampuan dari Inggita.
Karmani yang memang mencari bakat penyandang difabel pun mengundang Inggita mengikuti seleksi renang. Sampai akhirnya, tahap demi tahap berhasil dia lewati. Hingga akhirnya lolos bersaing di tingkat nasional pada 2012.
Hampir semua gaya renang dikuasai oleh Inggita. Namun, saat ditanya mana yang paling favorit, Inggita menunjukkan tanda gaya punggung sebagai gaya yang paling disukai. Namun, penggemar perenang Amerika Serikat Michael Phelps ini mengaku, tidak tahu kenapa dia menyukai gaya itu. "Tak tahu," ucapnya seraya mengangkat bahunya. Mungkin, karena jenis gaya itu yang paling dikuasai dan mampu memberikannya dua emas dari dua kali pertandingan yang diikuti.
Dara yang lahir 21 Maret 2001 ini berharap, bisa meningkatkan prestasinya. Tidak hanya di kelas 50 meter, tetapi 100 meter. "Bolak balik bisa kan tanya Ajar kepada Inggita yang disambut dengan anggukan. Kali ini, kepada ayah yang selalu mendukungnya itu, Inggita berjanji tidak akan malas lagi. Bahkan, gaya lainnya seperti dada, kupu-kupu, dan bebas akan dilatihnya lebih baik lagi.