Bagi lidia, gagal maju di Lomba Cipta Kreasi Resep (LKCR) antar provinsi tahun lalu benar-benar menjadi kesuksesan yang tertunda. Dia langsung melesat menjadi juara pertama lomba yang disponsori produk tepung terigu nasional tersebut tahun ini.
Rapi, kalem, dan tenang. Kesan itulah yang tertangkap dari Lidia Puspitasari. Siswi SMKN 3 Kota Kediri yang baru saja naik ke kelas XII tersebut mengaku tidak menyangka bisa memenangkan lomba yang digelar di Solo Town Square, Minggu (22/6) lalu ita. "Peserta sangat banyak dan tampilan mereka juga menarik," terang gadis berjilbab ini seraya seraya tersenyum. Lomba Cipta Kreasi Resep (LCKR) dengan sponsor produk tepung terigu yang diikuti Lidia merupakan event tahunan. Tahun ini diadakan di Solo Town Square. Total ada 30 siswa yang menjadi pesertanya. Mereka berasal dari sepuluh SMK jurusan tata boga di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebenarnya, Lidia sudah berminat mengikuti lomba ini sejak duduk di kelas X, tahun lalu. Saat itu, dia sudah berhasil menempati posisi empat besar saat audisi di sekolah.
Akan tetapi, karena peserta yang diambil hanya tiga orang, dia gagal maju ke seleksi berikutnya. Kegagalan itulah yang bagaikan kesuksesan tertunda baginya. Tahun ini, dia kembali ikut dan, dengan mudah lolos audisi tingkat sekolah untuk kemudian maju ke babak berikutnya, apalagi gadis yang masuk jurusan patisserie ini merasa cocok dengan tema lomba tahun ini, yaitu kue Lebaran.
Persiapan matang dilakukannya sejak mengikuti audisi sekolah. Menurut pembimbingnya, chef Agus Syafruddin, Lidia memang paling menonjol dibanding peserta audisi lainnya. "Persiapannya paling matang dan rapi," terang Agus yang ikut mendampingi Lidia.
Saat audisi itu kreasi kue keringnya cukup memikat karena bentuknya yang mungil, unik, dan rasanya menggoda Lidia memiliki ide dari lumpia, sejenis kue kering yang biasanya terdapat abon di dalamnya. "Saat itu, dia (Lidia) masih pakai kornet di dalamnya. Sudah menarik, tetapi isiannya kurang pas," ungkap Agus.
Karena itu, Agus menyarankan menggunakan olahan ikan dan kemangi untuk menggantikan kornet. Saran itu pun dicoba oleh putri pasangan Weni Prihastuti dan Moh Arif (alm) tersebut di rumah. Akan tetapi, setelah jadi, masih ada kritik dari sang ibu. "Ibu bilang bentuknya kurang menarik, tampak kusam," ucap anak ketiga dari delapan bersaudara ini.
Kritik itulah yang dia sampaikan kepada chef Agus & instruktur Cooking Class with Radar Kediri ini lantas memberikan lampu hijau untuk mencoba kreasi sendiri. Akhirnya, dibantu Weni sang ibu, Lidia membuat olahan isian baru, ayam suwir terasi pedas Ternyata, pas ketika dipadu dengan olahan yang. Rasanya pun sangat nikmat. Memang lidah tidak bisa dipisahkan dari ibunya. Sejak ayahnya meninggal tiga tahun lalu, sang ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Dari Weni pada Lidia mewarisi kepintarannya mengolah kue dan masakan. Sebab, selain berjualan tahu lontong, Weni kadang juga menerima pesanan kue kering. Karenanya, Weni sangat tahu ketika kue kering olahan putrinya itu kurang pas.
Insting sang ibu memang tidak salah. Hasil kreasinya yang diberi nama Kue “Kering Ayam Terasi Pedas" itu langsung memikat juri. Tidak seperti peserta lainnya, Lidia tidak banyak pertanyaan dari juri. Para juri hanya berhenti dan tersenyum, kemudian mencicipi olahan isian Lidia yang dikemas tersendiri.
Kehebohan baru terjadi ketika salah satu juri merasakan isian ayam terasi pedas itu dia tergopoh-gopoh mencari air minum. "Pedas...pedas..," ucap juri yang ditirukan oleh Lidia, Memang, ayam suwir sambal terasi milik Lidia sangat pedas. Tetapi, sebenarnya pas jika saat menyantapnya bersama dengan para juri yang rasanya gurih. "Gurihnya puff pastry itu seimbang dengan isiannya yang pedas. Rasanya dijamin nagih" promo Chef Agus.
Karena keunikan rasa itu pula Agus mengaku yakin bahwa Lidia akan menyabet juara dalam lomba tersebut. Apalagi, hanya Lidia yang menampilkan olahan kulit ayam. Sementara, peserta lainnya menggunakan olahan sugar doe yang biasanya untuk olahan kukis.
Makanya, tampilan kue kering buatan Lidia langsung terasa menonjol. Bentuknya yang unik juga mampu membuat juri terpikat meski demikian, ketegangan tetap saja terasa ketika pengumuman pemenang dimulai.
Sebab, ketika satu per satu gelar juara dibacakan, tidak satu kali pun SMKN 3 Kediri disebut Mulai juara harapan III hingga juara II Padahal, tahun lalu, sekolah itu mampu memborong tiga gelar sekaligus.
Ketika juara pertama diumumkan pun, MC justru menyebut nomor 20. Padahal, Lidia bernomor peserta 28. Itu yang membuatnya langsung putus harapan Tapi, ternyata, beberapa detik kemudian, MC menyebut "duapuluh...delapan" sebagai pemenangnya.
Sontak, kemuraman yang menyelimuti tim SMKN 3 Kediri langsung berubah menjadi sorak kemenangan. Terutama Lidia gadis yang baru menginjak usia 16 tahun itu berhak mendapatkan hadiah trofi, piagam, dan uang pembinaan Rp 3 juta. "Ditabung (Untuk mengantisipasi) kalau sewaktu-waktu butuh," jawabnya malu ketika ditanya.
Kegembiraan juga dirasakan Kepala SMKN 3 Kediri Gatot Subagyo. Apalagi, mengingat Lidia masuk ke sekolah kejuruan itu melalui jalur khusus prasejahtera. "Kami tidak salah pilih Lidia memang berbakat kami bangga padanya," ucap Gatot
Rencananya, pihak sekolah akan memberikan hadiah tambahan ke pada Lidia atas prestasinya itu pasti akan kami berikan didepan teman-temannya yang lain. Supaya bisa menjadi penyemangat agar ikut berprestasi," janjinya.