Asyiknya Wisata Edukasi Kampung Tahu Kota Kediri

smartcity | 07 Oktober 2019

logo

KEDIRI- Gang IV Kelurahan Tinalan Kecamatan Pesantren ditasbihkan Pemerintah Kota Kediri sebagai kawasan wisata edukasi kampung tahu. Mulai rumah pertama di jalan sepanjang satu kilometer itu, stik tahu sudah mengintip.

Cemilan tahu yang dirajang kecil-kecil serupa keripik itu bertuliskan “Wijaya Kembar”. Gurih, renyah dan murah menjadi promonya. Semakin menyusur ke barat, aroma tahu yang diolah semakin menyengat.

Dari paling klasik sampai varian tahu paling moderat, terpajang di outlet yang berderet sepanjang jalan. Mulai tahu mentah yang baru saja dientas dari cetakan, tahu kres, kerupuk ampas, hingga tahu cokelat.

Berbagai turunan makanan berbasis kedelai itu seolah berlomba dengan semaraknya umbul-umbul wisata yang terlihat di berbagai tempat.

Kawasan wisata edukasi kampung tahu di Kelurahan Tinalan, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. FOTO : JATIMPLUS.ID/dina rosyidha

“Kalau dulu kita hanya melakukan kegiatan produksi dan berjualan tahu saja, sekarang kita tambah layanannya dengan melakukan wisata edukasi,“ tutur Agung Suprihatanto, pengelola wisata edukasi kampung tahu Tinalan kepada Jatimplus.ID.

Selain berbelanja untuk oleh-oleh, pengunjung bisa melihat sekaligus mempraktekkan proses pembuatan tahu. Pengukuhan Kelurahan Tinalan sebagai wisata edukasi kampung tahu berlangsung Agustus 2019.

Dalam penyematan identitas itu Pemkot Kediri menggandeng Universitas Islam Kadiri (Uniska) dan Universitas Negeri Malang (UM).

Status baru (wisata edukasi) mau tidak mau mengubah sistem pengelolaan tahu di Tinalan menjadi semakin baik dan tertata. Para pengrajin tahu bersatu ke dalam satu wadah, dengan Jamal sebagai ketua.

Para tamu yang berkepentingan edukasi juga diatur sedemikian rupa. Pengaturan membuat kunjungan tamu ke pengrajin menjadi merata yang sekaligus menghapus kecemburuan sosial.

“Dengan wadah yang ada semua keluhan dan aspirasi pengrajin diakomodasi paguyuban,“ terang Agung. “Jadi kita terima tamu yang masuk, untuk kemudian dikoordinasikan dengan ketua paguyuban. Pengrajin mana yang akan dijujug dapur produksinya,” tambah pria 37 tahun tersebut.

Sebagai kampung wisata edukasi, jam buka outlet tahu di Tinalan menjadi lebih panjang. Bila biasanya tutup sore, kini  para pedagang baru mengemasi lapak pada pukul 22.00 WIB. Untuk menaikkan kunjungan tamu, pengelola kampung tahu juga menggandeng hotel-hotel di Kota Kediri.

“Kita siapkan paket travel untuk wisatawan yang berkunjung ke Kota Kediri,” tandasnya. Siswanto pengrajin tahu merek “SIS” bercerita, jika sejak tahun 1958, Kelurahan Tinalan sudah dikenal sebagai pusat produsen tahu.

Mbah Markam, lelaki asal Tulungagung yang juga kakek Siswanto yang menjadi perintisnya.  “Itu mbah saya dulu yang pertama kali membuat tahu di sini. Tempat membuatnya ya di sini ini,“ terang Siswanto.

Usaha Mbah Markam berkembang pesat. Tanpa diminta, adik dan keponakan Mbah Markam mengikuti jejaknya. Dalam waktu hampir bersamaan satu keluarga yang bertempat tinggal berdekatan di Gang IV Tinalan itu menjadi pengrajin tahu.

“Kini usaha tahu diteruskan oleh anak cucu Mbah Markam,” tambahnya. Awalnya hanya memproduksi tahu sayur warna putih. Seiring ragamnya permintaan,  para pengrajin kemudian memproduksi tahu kuning.

Dikenalkanya gilingan mesin diesel oleh orang-orang Tionghoa pada tahun 1982, membuat para pengrajin tahu di Tinalan mulai meninggalkan alat produksi gilingan batu bertenaga sapi.

Seiring tingginya permintaan, mesin produksi diesel juga ditinggalkan, diganti dengan dinamo. “Mesin dinamo lebih tenang, tidak bising seperti mesin diesel,” urai pria yang memulai usahanya sejak tahun 2000 tersebut.

Tahun 2001 merupakan tahun “pagebluk” bagi pengrajin tahu Tinalan. Banyak pengrajin tahu gulung tikar akibat hantaman isu tahu mengandung formalin dan boraks. Para pengrajin Tinalan yang tidak pernah menggunakan pengawet ikut terdampak.

“Saat itu hanya produsen besar saja yang bertahan. Yang kecil-kecil pada tutup produksi karena permintaan tahu di pasaran turun drastis. Alhamdulillah sekarang sudah bisa bangkit lagi,” kenangnya saat itu.

Siswanto berkonsentrasi pada olahan stik tahu. Dibanding tahu mentah, stik tahu bernilai ekonomis lebih tinggi. Memang proses pembuatanya lebih lama, namun ketahanannya lebih panjang ketimbang tahu segar.

“Proses membuat stik tahu lebih lama sekitar seminggu baru bisa dijual. Tapi produknya bisa bertahan sampe berbulan-bulan dan harganya pastinya lebih mahal. Satu bungkus dengan berat sekitar satu ons bisa dijual Rp 9 ribu hingga Rp 10 ribu,” pungkasnya.