Wajah Tinalan setelah Menjadi Wisata Edukasi Kampung Tahu

smartcity | 26 Agustus 2019

radarkediri

kampung tahu tinalan

KUNING: Wali Kota Abdullah Abu Bakar melihat proses pembuatan tahu kuning di Kampung Tahu Tinalan. (Mahisa Ayu - radarkediri.id)

Berita Terkait
 

Puluhan tahun lalu, Kelurahan Tinalan sudah dikenal sebagai sentra pembuat tahu di Kota Kediri. Setelah dikukuhkan menjadi wisata edukasi kampung tahu, perajinnya semakin bersemangat. Setiap outlet sekarang baru tutup di atas pukul 9 malam.

ANWAR BAHAR BASALAMAH

Dari perempatan terminal lama Jalan Letjen DI Panjaitan, jaraknya hanya selemparan batu. Satu gang di sisi barat terlihat jelas dari jalan yang menghubungkan Kediri dengan Blitar itu. Di gang tersebut, tahu kuning khas Kediri dan variannya diproduksi.

kampung tahu

WISATA: Gapura di Kampung Tahu Tinalan. (Anwar Basalamah - radarkediri.id)

 

 

Dari ujung timur sampai barat, panjang gang sekitar 1 kilometer (km). Di sepanjang jalan ada  deretan outlet tahu.  Sejak lama, puluhan kepala keluarga (KK) di gang IV Timur Kelurahan Tinalan, Kecamatan Pesantren itu memang menggantungkan hidup dari membuat tahu.      

Dan, Kamis lalu (22/8), harapan perajin agar usahanya terus berkembang semakin membuncah. Pasalnya, di sore itu, Wali Kota Abdullah Abu Bakar me-launching Kelurahan Tinalan sebagai wisata edukasi kampung tahu di Kota Kediri. Launching tersebut berkat kerjasama antara Universitas Islam Kadiri (Uniska) dengan Universitas Negeri Malang (UM).

Dengan pengukuhan tersebut, Kelurahan Tinalan akan menjadi jujugan wisatawan dari luar daerah. Mereka tidak hanya berburu oleh-oleh khas Kota Kediri tetapi juga bisa melihat sendiri proses pembuatan tahu kuning. “Setelah ini akan lebih banyak wisatawan ke sini,” kata Agung Suprihatanto, pengelola Wisata Edukasi Kampung Tahu Tinalan, kepada koran ini, Sabtu lalu (24/8).

Agung menyebut, total ada 30 pembuat tahu di gang IV. Sementara pengusaha yang memiliki outlet sendiri sebanyak 15 orang. Sebagian sudah membuka usaha sejak puluhan tahun lalu. “Tapi ada juga yang baru buka usaha,” ungkap pria 37 tahun ini.

Sebelum berkembang seperti sekarang, usaha tahu kuning di Kelurahan Tinalan tidak lepas dari sosok Mbah Markam. Pria kelahiran Tulungagung itu yang mengawali membuat tahu dan menjualnya dengan cara berkeliling.

Waktu itu, pada 1958, setelah pindah dari kota kelahirannya, Agung mengatakan, Mbah Markam langsung menjadi pembuat tahu di Tinalan. Alat yang digunakan untuk proses produksi masih sangat sederhana. “Dulu masih pakai (cara) manual,” ujarnya.

Mbah Markam awalnya hanya membuat tahu sayur warna putih. Setelah jadi, dia menjualnya di sekitar Jalan Dhoho. Tak disangka, usahanya tersebut berhasil dan semakin sukses. Dari kesuksesan Mbah Markam, kerabat mulai mengikuti jejaknya menjadi perajin tahu. “Semua saudara ikut membuat tahu,” kata Agung.

Kebetulan, mayoritas kerabat Mbah Markan tinggal di sekitar Kelurahan Tinalan. Karena itulah, setelah itu, perajin tahu banyak berdomisili di gang IV. “Jadi hampir di sepanjang gang ini (IV Timur) masih punya hubungan saudara. Ada paman, cucu, menantu, anak,” ungkap Agung yang merupakan cucu menantu dari Mbah Markam.

Seiring berjalannya waktu, Kelurahan Tinalan kemudian menjelma menjadi sentra pembuat tahu kuning. Perajinnya pun semakin kreatif. Mereka tidak hanya membuat tahu sayur dan kuning saja. Tetapi juga beragam olahan lain seperti stik tahu, tahu kres, cokelat tahu, dan kerupuk ampas. “Cokelat dan kerupuk merupakan varian terbaru,” terang pria kelahiran Kediri, 23 April ini.

Sebelum dikukuhkan sebagai kampung tahu, kata Agung, sebenarnya Tinalan sudah sering dikunjungi beberapa rombongan dari luar kota. Paling sering adalah mahasiswa. Yang terbaru, ada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). “Pernah juga dari Bogor dan Jakarta,” ujarnya.

Saat kunjungan itu, mereka tidak hanya membeli oleh-oleh tahu. Beberapa perajin juga terbuka untuk memperlihatkan tempat produksinya kepada pengunjung.

Sekarang, setelah menjadi wisata edukasi kampung tahu, Agung mengakui para perajin terkena imbas positif. Pasalnya, Kelurahan Tinalan ke depan menjadi tempat belajar sekaligus tempat belanja kuliner khas Kota Kediri. “Kami juga ikut berbenah dengan pengukuhan jadi kampung wisata edukasi,” ungkap bapak satu anak ini.

Setiap perajin saat ini harus siap membuka rumahnya lebar-lebar kepada pengunjung. Selain memberikan kesempatan untuk melihat langsung proses produksi, mereka juga bisa melakukan praktik langsung di dapur. “Ada melihat proses dan praktiknya,” ujar Agung.

Untuk pemilik outlet, mereka kini membuka tokonya lebih lama. Biasanya, sebelum magrib, banyak outlet yang sudah tutup. Kini, sebagian besar baru ditutup sekitar pukul 22.00. “Dulu kalau mau beli malam hari, harus gedor-gedor pintu dulu,” kata Agung seraya tertawa.

Jumlah produksi pun semakin bertambah. Seperti diakui Suprihatin, salah satu pengusaha. Dia mengaku, sebelumnya memproduksi tahu kuning sekitar 400 biji per hari. Saat ini, produksinya meningkat menjadi 1.000 biji per hari. “Yang banyak diminati memang tahu kuningnya,” kata perempuan 59 tahun ini.

Agung menambahkan, efek positif kampung tahu sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh perajin. Mereka yang tidak memiliki usaha pembuatan tahu juga ikut kecipratan rezeki. Sebab, ada warga yang menyediakan usaha sablon untuk cap di kemasan pembungkus tahu. “Nanti semua kresek pembungkus oleh-oleh dibuat seragam. Nah, sablonnya kami serahkan ke warga lain yang tidak membuat tahu,” terang  Agung.

Apalagi, ke depan, rencananya kampung tahu akan bekerjasama dengan beberapa hotel di Kota Kediri. Mereka menyiapkan paket travel bagi wisatawan. Jadi Kelurahan Tinalan akan menjadi destinasi pusat oleh-oleh khas Kediri.

Untuk menyambut itu, Agung dan pengelola lain tengah memikirkan rencana ke depan. Salah satunya mempercantik gang. Mungkin bisa dipasang lampion atau hiasan replika tahu di depan rumah. Sebab, Tinalan sekarang sudah menjadi ikon Kota Kediri.