Bantaran Kali Brantas yang membelah Kota Kediri Kamis malam lalu (12/7) hingga kemarin dini hari berubah menjadi panggung seni raksasa. Sekitar seratus seniman berunjuk aksi di tepi sungai yang pernah dilalui armada pasukan Mongol untuk menaklukkan Kerajaan Singasari tersebut.
Mereka melakukan kolaborasi seni untuk mengangkat kejayaan masa lalu sungai yang menjadi ibu kandung peradaban masyarakat Kediri. Baik musik, tari, lukis, puisi, maupun teater. Mulai tradisional hingga modern.
Festival yang baru berakhir sekitar pukul 00.00 itu diawali dengan pertunjukan musik mikro-akustik oleh para seniman musik Kediri. Dilanjutkan dengan tari sapu yang merupakan kreasi baru. Lalu, pembacaan tembang macopot oleh komunitas macapatan kota tersebut.
Di sela-sela itulah para pelukis beraksi. Mereka mencoretkan kuas yang sudah dilumuri cat ke atas kanvas di tepi sungai brantas. Goresannya menggambarkan kepedihan atas kondisi sungai brantas kini sekaligus optimisme untuk membuatnya lebih baik. Salah satu goresannya meninggalkan pesan yang jelas, Brantasku Masih Mengalir.
“Festival ini untuk mengenalkan kembali kekayaan budaya lokal kepada masyarakat," ujar Ketua Dewan Kesenian Kota Kediri(DK3) Jamran kepada Radar Kediri (Jawa Pos Group).
Festival yang dihelat untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-1133 Kota Kediri itu dipadati ratusan penonton. Mereka rela melawan hawa dingin dan embusan angin yang cukup kuat.
Emosi penonton seolah dibakar saat Sosiawan Leak, budayawan asal Solo, membacakan puisi tentang Brantas dan otokritik tentang kondisi bangsa Indonesia sekarang. Dalam puisinya, Leak bertutur tentang kejayaan Sungai Brantas masa lalu dan memprihatinkan kondisinya kini. "Kejayaanmu sekarang di mana?" tanya dia dalam sebaris puisinya. Selain dimeriahkan dengan kehadiran Leak, Festival Kali Brantas menampilkan kolaborasi musik perkusi, jarahan, jemblung, dan karawitan. Acara dipuncaki dengan sendratari Sangga Langit Patembaya.
Jawa Pos