* Sumber Pendapatan Alternatif Ibu-ibu Kelurahan Pojok
Slogan sampah jadi uang bukan sekedar isapan jempol belaka. Bagi ibu-ibu di kawasan perumahan Wilis II Kelurahan Pojok Kec Mojoroto hal itu sudah menjadi realitas. Bahkan, sudah menjadi alternatif sumber pendapatan yang langsung bisa rasakan dan dimanfaatkan untuk menutup sebagian kebutuhan. Sekedar untuk membeli asam atau garam. Bahkan, kini ibu-ibu bisa menjadikan bank sampah sebagai tempat untuk menjadikan sampah menjadi uang.
Tidak tanggung-tanggung, bank sampah mampu menjadikan kesibukan ibu-ibu bertambah. Apalagi kalau tidak memilah sampah rumah tangga yang kemudian disetorkan ke bank sampah. Selanjutnya, setoran sampah itu diperhitungkan dengan uang. Toh demikian ibu-ibu bisa menyimpan sampai jumlahnya tertentu. Bahkan, hingga hari ini banyak ibu-ibu yang membiarkan tabungan uangnya tidak diambil.
Adalah Bu Muljadi, Ketua PKK sekaligus sebagai motor penggerak Bank Sampah Sri Wilis, mengubah paradigma sampah itu kotor, sampah itu menjijikkan jadi uang. Bank Sampah yang menjadi kegiatan baru warga di RT 08 RW 09 Kelurahan Pojok Kec Mojoroto yang kini terusan berkembang. Bahkan hingga harus ngangsu kawruh ke Surabaya untuk membesarkan Bank Sampah Sri Wilis.
"Sampai sekarang jumlah anggota sampai 251 orang. Tidak menutup kemungkinnan terus bertambah karena memang memberikan keuntungan bagi warga," kata Bu Mulyadi. Dikatakan, awalnya untuk mendirikan Bank Sampah memang terkendala dengan sikap warga-warga. Hal ini berkaitan dengan masih asing dan belum apa dan bagaimana itu bank sampah. Namun setelah mendapat kepelatihan dari DTRKP Kota Kediri tentang pemanfaatkan sampah dan aspek ekonominya, warga mulai mengenal dan tertarik Kepelatihan yang diadakan di Kelurahan itu awalnya tentang pengomposan. Selain teori, ibu-ibu juga langsung praktek memanfaatkan sampah menjadi kompos. Selanjutnya, setelah kepelatihan tentang pembuatan kompos, diadakan lagi kepelatihan dengan menghadirkan motivator Endang dari DTRKP untuk lebih memanfaatkann sampah seperti pembuatan bunga dari bahan bekas, kerajinan dari barang bekas dan Mainan. Hingga akhirnya terlahir membuat dan mendirikan Bank Sampah dan diberi nama Sri Wilis. Akhimya, 17 Oktober lalu, Bank Sampah didirikan dan mulai beroperasi.
Tidak semuanya yakin Bank Sampah Sri Wilis bisa berkembang seperti sekarang ini. Awal berdiri, banyak warga yang enggan mengumpulkan barang bekas kotor dan menjijikan. Demikian pula dengan sukarelawan yang akan menjadi pengurus. Namun berkat keuletan Bu Mul, dia sekaligus menjadi pengurus dan ketua bank sampah. Sedikit demi sedikit, warga mulai melakukan dan menyetor sampah dan barang yang tidak terpakai ke Bank Sampah. Apalagi ada uang dari setiap sampah yang disetor.
Dari hasil memutar sampah untuk dikonversikan jadi uang, kini menjadi Rp 14 juta. Luar biasa jumlah ini bisa menjadikan sumber dana bagi warga yang tidak langsung mendapatkan keuntungan dari Bank Sampah. Karena saking menginginkkn Bank Sampah Sri Wilis terus berkembang, banyak ibu-ibu yang tidak mengambil uangnya jumlahnya menjadi 90 persen. Toimayan, ada yang mengambil Rp 200 ribu sampai Rp 600 ribu. Untuk merangsang ibu-ibu mau datang dalam dalam setiap pertemuan, kami memberikan hadiah atau doorprice. Jumlahnya sampai 500 ribu," papar Bu Mul.
Berkaitan dengan berkembangnya Bank Sampah Sri Wilis, Kabid Kebersihan DTRKP Kota Kediri, Ashari mengatakan, bank sampah Sri Wilis akan menjadi proyek percontohan di Kota Kediri. Keberhasilan itu akan ditularkan ke tempat lain sehingga bermunculan Bank Sampah yang dikelola warga. Selanjutnya, akan membantu mengurangi volume timbunan sampah khususnya sampah rumah tangga.
"Yang menarik karena bisa mendapatkan nilai lebih sebagai hasil sampingan. Jika program ini berjalan merasa, Kota Kediri bisa menekan timbulan sampah rumah tangga. Saya terima kasih kepada ibu-ibu yang ikut memikirkan masalah sampah di Kota Kediri," katanya.
Memo Kediri