* 1,2 Ton Per Bulan Tak Perlu Lagi Dibuang ke Klotok
Sejak dirintis beberapa tahun lalu, keberadaan bank sampah di Kota Kediri cukup efektif untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Klotok. Warga pun sukarela memilah sampah karena mulai merasakan hasilnya.
Waktu menunjukkan pukul 08.00. Enam orang ibu-ibu sudah sibuk dengan tugasnya masing-masing di garasi rumah ketua RT 8 RW 6 Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, pagi itu (8/6).
Lima orang ini menimbang dan membersihkan sampah liar dikirim oleh warga. Seorang lagi mencatat setoran itu ke dalam buku dan menyerahkan uang kepada warrga yang minta dibayar secara tunai.
Ada gelas dan botnl plastik bekas kemasan air mineral atau minuman ringan plastik-plastik bekas bungkus makanan, minyak goreng isi ulang, atau sabun cuci kardus, buku, dan kertas-kertas bekas hingga aneka kaleng bekas kemasan susu bayi, biskut dan cat, semua dipilah sesuai dengan jenisnya.
Sampah-sampah itu banyak yang diantar sendiri oleh warga yang tinggal di sekitar perumahan Wilis Indah II. Ibu-ibu di sana sudab hafal bahwa setiap Sabtu adalah waktu untuk menyulap sampah di rumah menjadi uang.
Yakni, dengan menyetorkannya ke Bank Sampah Sampah Sri Wilis yang bertempat di rumah Mas Muljoadi, ketua RT 8 RW 6 Kelurahan Pojok tersebut
"Sekarang sudah terbiasa. Saya setornya sekitar 2-3 minggu sekali," aku Aini, salah satu warga.
Sampah yang disetorkannya adalah hasil mengumpulkan plastik, kertas, kaleng, hingga botol kaca yang tak dipakai di rumah. Sejak berdiri bank sampah binaan dinas tata ruang, kebersihan, dan pertamanan (DTRKP) tersebut, setahun lalu, Aini dan ibu-ibu lainnya di sana sudah terbiasa untuk memilah sampahnya di rumah.
Plastik-plastik bekas bungkus makanan, sabun, atau minuman langsung disisihkan begitu tidak dipakai. Ada tempat sampah sendiri untuk itu. Setelah penuh, mereka baru membawanya ke bank sampah yang buka tiap Sabtu pagi. "jadi, yang diangkut tukang sampah keliling tinggal sampah basah. Soalnya, saya belum bisa buat kompos sendiri," tutumya.
Memang, sebelum ada bank sampah itu, ibu-ibu di sana banyak yang malas memilah sampah sendiri di rumahnya. Kalaupun ada yang sadar untuk memilahnya, banyak yang merasa percuma. Sebab, begitu diangkut oleh tukang sampah keliling untuk dibuang ke TPA Klotok, yang basah (organik) dan kering (anorganik) dicampur lagi.
Sejak keberadaan bank sampah itulah, perilaku mereka mulai berubah dengan sendirinya tanpa harus disuruh, Sebab, dari setiap sampah yang disetorkannya, ada rupiah yang dihasilkan. Seperti botol kaca yang dihargai Rp 100 per biji atau gelas plastik bekas kemasan air mineral yang dihargai Rp 6.800 per kilogram.
Meski tergolong uang kecil itu cukup berarti bagi mereka. Khususnya untuk tambahan uang belanja, "Tapi, sebenarnya, yang lebih penting adalah rumah jadi bersih," aku Ita, asal Kelurahan Campurejo, yang pagi itu ikut menyetorkan sampahnya ke Bank Sampah Sri Wilis.
Sampah yang disetor Ita cukup banyak. Karena itu, pengurus bank sampah harus mengambilnya. Gratis. Tak ada pungutan untuk biaya ongkos angkut. "Alhamdulillah sekarang sudah ada motor gerobak bantuan dari pemkot. Jadi, lebih mudah mengambilnya," kata RNgt Ninuk Setyorini, ketua Bank Sampah Sri Wilis, yang dulu sering merelakan Honda Jazz-nya untuk mengangkut sampah dari rumah-rumah warga yang minta bantuan untuk diambil.
Sejak berdiri setahun lalu, volume sampah yang disetor warga terus meningkat. jika dulu rata-rata tiap Sabtu hanya sekitar satu kuintal, kini naik menjadi
2-3 kuintal. Itu berarti, ada 8 kuintal hingga 1,2 ton sampah yang tak perlu lagi masukke TPA Klotok dan bisa disulap menjadi uang.
Anggota bank sampah ini juga terus bertambah. Sekarang udah ada 254 orang yang tercatat di dalamnya. Mereka adalah orang yang menyetor sampah ke sana. Domisilinya pun tidak hanya dari Perumahan Wilis Indah, tapi meluas ke kelurahan lain. "Kami juga bekerja sama dengan sejumlah sekolah dan pasar. Sampahnya disetor kesini," terang Ninuk.
Yang membuat anggotanya senang, selain bisa mendapatkan uang tunai, mereka bisa menabung dari hasil setoran sampahnya dengan bunga 1 persen per bulan. Mereka juga bisa memperoleh pinjaman jika sedang membutuhkan uang. Nilainya maksimal delapan kali dari saldo terakhir tabungannya, Ada pun jangka waktunya sepuluh minggu dengan bunga total hanya 5 persen alias hanya 2 persen per bulan,
Sejak berdiri setahun lalu, jumlah pinjaman yang disalurkan terus meningkat. Hingga 8 Juni lalu, nilainya sudah hampir menembus Rp 100 juta. Tepatnya Rp 94,795 juta. Tingkat pengembaliannya juga baik, Dari nilai di atas, sudah Rp 74,375 juta yang dikembalikan. "Kalau tabungan anggota per hari ini (8/6, Red)
sudah mencapai Rp 24,579 juta," terang Muljoadi yang dalam kepengurusan bank sampah mendapat tugas di bagian simpan pinjam.
Padahal, awal Mei tahun lalu, nilai pinjaman yang dikeluarkan masih sekitar Rp 5 juta dengan nilai yang dikembalikan sekitar Rp 2 juta. Adapun tabungannya sekitar Rp 4 juta.
Banyak pengembangan yang sudah dilakukan Bank Sampah Sri Wilis di bawah penanggung jawab Lurah Pojok Oryza Mahendrajaya ini. Selain layanan simpan pinjam dan pemeriksaan kesehatan gratis oleh dokter bagi anggotanya, mereka kini men-gembangkan rumah pangan lestari (RPL). Yakni, menanam aneka sayuran seperti terong, lombok, dan tomat dalam polibag di rumah anggotanya.
Dana awalnya dari hadiah lomba lingkungan yang diperoleh mereka. "Hadiah Rp 350 ribu kami belikan bibit untuk dibagikan kepada beberapa anggota," tutur Ninuk.
Mereka juga masih membuat kompos dan memberikan pelatihan bagi anggotanya yang mau. Meski volumenya masih kecil, mereka sudah bisa menjual kompos buatannya. "Per komposter bisa jadi dua karung. Harganya Rp 10 ribu per karung," lanjutnya didampingi bendahara, Anis Ambarwati.
Kediri, Radar