Sektor terakhir yang terdapat dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap Delapan adalalah sektor penerbangan. Pemerintah memutuskan untuk memberikan insentif dalam bentuk bea masuk 0% untuk 21 pos tarif terkait suku cadang dan komponen perbaikan/pemeliharaan pesawat terbang. Perawatan jadi hal yang amat vital karena berkaitan dengan keselamatan penerbangan.
Saat ini maskapai dalam negeri dihadapkan pada mahalnya biaya pembelian suku cadang untuk perawatan pesawat. Hal itu disebabkan karena beberapa produk komponen pesawat terbang belum dapat di produksi oleh industri dalam negeri. Kalaupun ada yang bisa dibuat di Indonesia, mereka bisa mendapatkan sertifikasi dari Part ManufacturingApproval (PMA) dari pabrik pembuatnya (Boeing, Airbus, dll).
Padahal industri jasa pemeliharaan pesawat terbang membutuhkan kecepatan dalam proses impor suku cadang dan komponen untuk dapat memenuhi proses perbaikan/pemeliharaan pesawat terbang. Selama ini solusi yang ditawarkan pemerintah lewat skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMTDP) sulit dimanfaatkan oleh industri Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO). Adanya BMTDP tidak memberikan kepastian bagi pengadaan barang yang dibutuhkan oleh industri MRO ditambah lagi Surat Keputusan BMTDP yang diterbitkan Pemerintah tidak berkepastian waktunya dan anggarannya.
Sebagai jalan keluar, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan terbaru dengan merevisi besaran bea masuk untuk 21 pos tarif terkait Daftar Barang dan Bahan Guna Perbaikan dan/atau Pemeliharaan Pesawat Udara. Pemerintah mengubah lampiran Permenkeu No. 132/PMK.010/2015 tentang Perubahan ke-3 atas Permenkeu No. 213/PMK.011/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
Dengan diberikannya semua insentif di atas, diharapkan bisa memberikan kepastian bagi dunia usaha penerbangan nasional dalam pemeliharaan dan perbaikan pesawat terbang. Kedua, kendati masih terkendala masalah sertifikasi, namun pemerintah tetap mendorong dan mengakselerasi tumbuhnya industri suku cadang dan komponen pesawat terbang di dalam negeri serta membuka ruang kebijakan bagi hadirnya pengembangan kawasan usaha pemeliharaan pesawat terbang.