Lantaran banyak di huni pande emas, daerah di tengah kota Kediri ini di kenal sebagai kemasan. Namun kini perajinnya sudah bergeser pertokoan. Ratusan tahun yang lalu, pada zaman kerajaan Kediri kuno, wilayah Kemasan di kenal tempatnya emas. Bukan hanya karena banyak komoditas logam mulia diperjualbelikan di sana, tetapi warga yang tinggal disana pun bermata pecaharian sebagai tukang pande emas.
Karenanya daerah ini di kenal pula dengan permukiman perajin emas. “Di sini dulu, banyak warga yang menjadi perajin emas. Baik nyepuh maupun membuat perhiasan murni,” tutur suselo, 74, warga RT03/RW01 Kemasan. Para perajin emas tersebar di hampir seluruh wilayah kemasan. Yang sekarang di kenal bernama jalan sriwijaya, jalan panglima polim, hingga patiunus.
“Pande emas sudah ada mulai dari masuk jalan sriwijaya baris utara panglima polim dan patiunus. Dahulu hampir semua jadi perajin emas,” tambah pria yang menjabat ketua RT 03 dari 1965 hingga 2011.
Namun, seiring perkembangan zaman para pande emas ini semakin lama semakin berkurang. Usaha mereka jarang yang meneruskan.”Banyak yang sudah meninggal, dan tidak ada penerusnya lagi, jadi semakin sedikit,” ujar selo.
Meski begitu, hingga kini di sepanjang Jl. sriwijaya masih bisa di temui pande emas. Hanya saja, jumlahnya sudah tidak sebanyak dahulu. Keberadaan para perajin emas tersebut, rupanya sudah tergeser.
Sebab kini yang berkembang di jalan itu adalah banyak pertokoan emas. “Sekarang di penuhi toko emas, kalau untuk pande bisa di temui. Kalau pun ada kebanyakan dari mereka sudah merupakan pendatang yang ikut di toko toko emas,” beber selo.
Selain latar belakang permukiman pande emas nama kemasan juga di percaya muncul karena retakan Kisah Maling Gentiri. Sosok pencuri sakti pembela kaum miskin ini yang melawan penjajah belanda ini. Konon, bisa di tangkap pemerintah kolonal lantaran di khianati temannya sendiri.
Penjajah belanda pun membunuhnya di wilayah kelurahan jagalan. “Orang-orang zaman dulu juga ada yang menceritakan, kalau Kisah Maling Gentiri yang di jagal di wilayah jagalan itu, kemudian di kemas di wilayah kemasan,” cerita selo.
Nah, kata kemasan menurut pria berkaca mata ini, di ambil dari proses kemas. Yakni merapikan, membungkus, mengemas jasad Maling Gentiri yang berupa terpotong potong. “Jasad maling gentiri yang berupa potongan potongan tubuh itu sempat di mandikan di keramasi dan di bungkus di wilayah kemasan,” papar selo.
Setelah itu, barulah kepalanya di kuburkan di daerah ringinsari yang kini di kenal menjadi lapangan jayabaya. Lokasinya berada di belakang pusat perbelanjaan Jl Jayabaya, Kota Kediri. Sementara badannya menurut selo, di makamkan di wilayah kemasan. “Tepatnya di daerah RT03/RW01 atau utara SMPN 3 Kediri,” ungkapnya.