Pemkot Kediri mengantisipasi minimnya penyerapan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Pasalnya, tahun 2014 lalu, alokasi dana ini hanya terealisasi sekitar 37 persen. Pada 2015 ini, pemkot menargetkan agar penyerapan yang dialokasikan sebesar Rp 57,093 miliar itu lebih maksimal.
Untuk diketahui, tahun lalu pemkot mendapat jatah dana bagi hasil cukai Rp 58,529 miliar. Ditambah sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) DBHCHT pada 2013 sebesar Rp 42,429 miliar berarti totalnya mencapai Rp 100,958 miliar.
Namun dari jumlah tersebut, hanya Rp 37,225 miliar yang direalisasikan. Sisanya, sebesar Rp 63,733 miliar kembali menjadi silpa. Kabag Perekonomian Pemkot Kediri Bambang Priyambodo menyebut, tahun ini pihaknya menargetkan penyerapan maksimal. "Minggu depan ada rapat tentang dana cukai seluruh Jatim di Malang. Setelah itu kami akan langsung programkan penyerapan,’’ katanya
Lebih lanjut Bambang mengatakan, selama ini satker-satker penerima cukai takut merealisasikan DBHCHT. Sebab, aturan penggunaan anggaran sangat ketat. Nomenklatur kegiatannya juga jelas.
Makanya, agar satuan kerja (satker) tidak lagi takut menyerap dana cukai. Selasa (3/3) lalu, Bambang sengaja mengundang perwakilan bagian perekonomian Pemprov Jatim untuk memberi penjelasan. “Dengan penjelasan itu kami harap satker tidak takut lagi merealisasikan anggarannya,” tegas PNS pemkot ini.
Terpisah, Kasubbag Koperasi Biro Administrasi Perekonomian Provinsi Jatim Shoviatu Sholihah mengakui, rendahnya penyerapan DBHCHT. Dengan total dana Rp 900 miliar di Jatim, hanya 64 persen yang terserap.
'Mayoritas penyerapan yang rendah itu dari daerah perkotaan. Kota Kediri, Kota Malang, Kota Mojokerto,” ungkap Shovi demikian dia biasa disapa tentang daerah-daerah yang penyerapan cukainya rendah.
Mengapa daerah kesulitan menyerap? Shovi menyebut, khusus tahun lalu ada beberapa hambatan yang dihadapi daerah. Terutama, larangan penyerapan hibah sebelum pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres). Di luar itu, dia mengakui, banyak satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang takut merealisasikan cukai karena khawatir terbentur aturan. "Untuk memaksimalkan penyerapan itu harus mengubah persepsi,” tandas perempuan berjilbab ini saat ditemui di ruang Joyoboyo, balai kota. Banyak SKPD yang beranggapan dana cukai hanya bisa digunakan untuk program tertentu. Padahal, berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK) No.20/2009 sudah mengatur lebih luas lagi. Kota Kediri yang masuk daerah penghasil cukai tembakau karena mempunyai pabrik rokok, menurut Shovi, bisa digunakan untuk banyak program. Selain untuk buruh pabrik dan masyarakat disekitarnya.
Shovi mengatakan, dana cukai bisa dipakai untuk program penguatan ekonomi. "Berarti sasarannya seluruh masyarakat Kota Kediri. Wujudnya bisa bantuan permodalan hingga sarana produksi," paparnya. Dengan perluasan ini, menurutnya, tidak ada alasan dana cukai tak terserap satker yang melaksanakan juga bisa lebih banyak lagi. Selain dinas kesehatan, rumah sakit, dan bagian perekonomian, ada banyak satker lain yang bisa melaksanakan. Misalnya, badan perberdayaan perempuan dan keluarga berencana (BPPKB), dan banyak lainnya. “Penyakit akibat rokok juga tidak hanya paru-paru dan jantung. Berdasar ratek (rapat teknis) terbaru, BBLR (bayi berat lahir rendah) juga masuk penyakit akibat rokok,” urainya.
(Radar Kediri)