Hadian Anton, Guru Olahraga yang Pelatih Bola Nasional

prestasi |

     Belum banyak yang tahu siapa sebenarnya pelatih sepakbola yang juga guru di SMAN 2 Kediri ini. Dibanding nama-nama pela­tih lain dari Kota maupun Kabupaten Kediri, nama Anton, panggilan akrab Hadian An­ton Fauzi, bisa dibilang tenggelam.

      Namun dari segi prestasi, sebenarnya pelatih yang sudah mengantongi lisensi B nasional tim, Anton justru bisa dibilang yang terdepan. Tersebut tidak bisa dibilang kalah. Bahkan jika pria dengan kumis tipis itu dilihat dari track record prestasinya melatih salah satu generasi pertama di Kediri dan sekitarnya yang mengantongi lisensi B nasional. "Saya mengambilnya tahun 2008. Saat itu hanya saya dari Kediri yang dapat lisensi B," tutur pria kelahiran Kediri, 5 Agustus 1976 tersebut.

       Tak hanya di atas kertas, prestasi yang ditorehkan guru olahraga ini juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Salah satu prestasi terbesarnya adalah berhasil mem­bawa tim Tulungagung Putra rnenembus piala dunia anak di Perancis dalam ajang Danone Cup 2008 silam.

      Prestasi internasional tersebut jelas jadi bukti kepiawaian suami dari Wiwik Fatmawati ini dalam meracik tim sepakbola. "Kompetisi di Perancis itu jadi pengalaman terbesar dan sangat berkesan buat saya," kenangnya. Pasalnya untuk bisa lolos hingga ke Per­ancis, timnya harus bisa menjadi juara di tingkat nasional. "Perjuangan sangat berat saat itu," ungkap guru olahraga ini.

       Selain prestasi monumental ini, sejumlah gelar juara juga sudah ditorehkan oleh bapak empat anak tersebut. Seperti di antaranya, membawa juara kesebelasan U-15 Jawa Timur dalam ajang Piala Menegpora 2008 dan sederet prestasi lainnya. Terakhir anton berhasil mengantar kesebelasan Jawa Timur lolos Pekan Olahraga Nasional (PopNas) 2013 mendatang.

         Dengan sejumlah prestasi itu, tak heran Anton mendapat kepercayaan untuk menjadi pemandu bakat Nike The Chance Indonesia 2012. Para pemain pilihannya diproyeksikan untuk menjalani pendidikan sepak bola di Spanyol. "Saya sangat berterimakasih kepada semua pihak, termasuk sekolah yang memberikan izin saya berkarir di dunia pelatih," paparnya.

        Namun dari sekian banyak prestasinya melatih, Anton justru sangat jarang berkiprah untuk nama Kediri. Hampir semua tugasnya dilakukan un­tuk membela nama kesebela­san Jawa Timur atau justru daerah lain. "Saya memang kurang diakui di Kediri," kat­anya sembari terbahak.

       Mantan pemain Persebaya itu mengakui, bahwa selama ini yang sering mempercayakan tim kepadanya memang berasal dari Jawa Timur. Kepercayaan itu karena memang karirnya lebih berkembang di sana daripada di daerah asalnya. "Dulu saya memang mengawali karir melatih di tingkat JawaTimur,” sebut pria lulusan UNP Kediri ini.

        Karir Anton sebagai pelatih berawal dari melatih kesebelasan Dolog Jawa Timur sekitar 1999-2000 silam. Keakrabannya dengan sepak bola Jatim karena dirinya memang lama berkarirdi Suraba­ya daripada di Kediri. Ketika itu, Anton masih menjadi pemain.

        Makanya, dia pernah membela Persebaya pada 1994-1995. Setelah itu baru bermain di Persedikab pada 1996-1998. "Tapi waktu itu saya cedera, jadi  tidak meneruskan karir sebagai pemain," aku pria asal Desa Tawang, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri itu.

      Karir sebagai pelatih akhirnya jadi pilihan. Setahap demi setahap Anton mengambil kursus kepelatihan. Mulai dari lisensi D (1999), C (2003), dan B pada 2008. Selain merintis karir sebagai pelatih, Anton pun berusaha mencari karir lainnya di dunia pendidikan.

        Setelah beberapa tahun menjadi guru tidak tetap (GTT), dia akhimya diangkat menjadi PNS sebagai guru olahraga di SMAN 2 Kediri pada 2009. Karena harus menjalani dua karir sekaligus, ada sedikit masalah yang harus dihadapi Anton ketika ada bentrok kegiatan di sekolah dan di dunia kepelatihannya. "Ya kalau dapat tugas dari Jawa Timur otomatis saya sering izin ke sekolah," kata pengurus PSSI Jawa Timur itu.

        Meski selalu diizinkan, Anton mengaku, ada masalah lain dari seringnya bolos mengajar. Yakni jam mengajarnya yang kurang dan tidak bisa memenuhi persyaratan untuk sertifikasi guru. "Karena sering minta izin, sampai sekarang saya belum sertifikasi. Jam mengajar saja hanya 10 jam per minggu, sedangkan sertifikasi syaratnya 24 jam per minggu," katanya.

Kediri, Radar