Asah Kepekaan, Gunakan Perasaan saat Menabu Siapa bilang musik tradisional gamelan hanya disukai orang tua? Buktinya, siswa SMPN 6 Kediri ini justru jatuh cinta dengan gamelan. Padahal, alat musik tabuh itu baru dikenalnya. Tekun berlatih, dia makin piawai memainkannya dan meraih prestasi.
Di antara pemain gamelan yang lain, tubuhnya memang paling bongsor. Namun, jika dilihat dari usia, dia paling muda. Ini karena seragam putih biru yang melekat padanya.
Ya, siang itu (20/5), pelajar kelas VIII SMPN 6 Kediri yang jago menabuh gendang tersebut diundang tampil di SMAN 1 Kediri. Beberapa tembang berhasil dibawakannya bersama kelompok kerawitan di sekolah tersebut.
Ini bukan kali pertama bagi siswa bernama Yogik Hanggoro Putro tersebut diundang tampil sebagai pengendang. Beberapa bulan terakhir, remaja kelahiran Kediri 25 Juli 1998 itu kerap mendapatkan undangan serupa.
Tentu saja bukan karena kebetulan, tetapi karena kepiawaiannya memainkan salah satu alat musik dalam gamelan. Kemahirannya itu pula yang mengantarkannya menjadi pengendang terbaik di Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Jawa Timur tingkat SMP.
Festival digelar 3-13 Mei di Surabaya. Pesertanya, sekolah-sekolah di Jatim. Yogik tergabung dalam kelompok atau grup kerawitan SMPN 6 Kediri dan mengikuti lomba di cabang seni, yaitu festival musik tradisional. Kala itu, grupnya membawakan tembang garapan baru "Kilisuci".
FLS2N tingkat SMP mempertandingkan 10 cabang seni. Sembilan cabang lainnya adalah vokal group, kreativitas seni tari, membaca Al Quran, cipta cerpen, kreativitas cerita berbahasa Inggris, lomba lukis, lomba cipta lagu, lomba cipta puisi, cian lomba desain motif batik.
"Sebelumnya ikut antarsekolah di Kota Kediri, berhasil menang, kemudian maju ke tingkat provinsi," tutur Yogik. Prestasi yang diraihnya sekaligus menjadi penyemangat bagi grup kerawitan sekolah yang belum berhasil menjadi juara FLS2N tahun ini.
Yogik tak menyangka bisa terpilih menjadi pemusik terbaik untuk gendang. Ini karena dia melihat pemain lainnya dari 29 grup yang tampil juga sangat terampil. Apalagi, lomba tersebut merupakan debutnya di ajang kompetisi tingkat provinsi.
Bungsu dari dua bersaudara pasangan Suko Santoso dan Fitriani (alm) ini mulai belajar alat musik gamelan sejak masuk SMP. Yaitu, saat mengikuti ekstrakulikuler kerawitan yang menjadi muatan lokal di sekolahnya. Yogik pun langsung jatuh cinta ketika memainkannya. Bagi dia suara dari gamelan itu menenangkan. "Sebelum akhirnya menabuh gendang, aku juga belajar alat yang lain, seperti bonang dan gender," ujar remaja yang lebih menyukai kerawitan ketimbang band ini.
Namun karena saat itu tak ada yang menabuh gendang, Yogik pun didapuk jadi pengendang. Ternyata mengendang cukup menantang. Dibandingkan dengan alat musik lain, tempo gendang yang paling berubah-ubah. Makanya ia belajar untuk lebih peka dan menggunakan perasaannya saat menabuh.
"Main gendang itu harus main perasaan, biar pas," jelas remaja hitam manis ini.
Penghobi makan ini rutin berlatih gendang atau gamelan dua kali seminggu di sekolah. Yogik tak berlatih di rumah karena memang belum memiliki gendang sendiri. Apalagi harga alat musik tabuh tradisional itu cukup mahal bagi ayahnya yang scorang tukang batu. Untuk gendang "biasa" saja, harganya sekitar Rp 1 juta.
Meski demikian, Yogik tetap semangat. Berlatih di sekolah, baginya sudah cukup. Guru ekskul kerawitan di sekolahnya, Wibowo, adalah panutannya menabuh gendang. Wibowo merupakan pemilik sanggar seni Dwija Laras Kediri.
"Beliau juga yang membuat saya suka dengan musik tradisional dan ingin mendalami lagi," jelas remaja yang bercita-cita menjadi seniman ini.
Kepala SMPN 6 Kediri Yusuf Budi Santoso mengaku, bangga dengan prestasi siswanya. Yogik dinilainya memiliki bakat di bidang seni. "Tinggal diasah saja, dan terbukti baru setahun sudah berprestasi," paparnya.
Kediri, Radar