Setiap Bagian Konstruksi Dilumuri dengan Cara Beda
Menyemarakkan suasana Ramadan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Seperti yang diwujudkan tim Grand Surya Hotel. Mereka membuat miniatur Masjid. Uniknya, bangunan masjid mini setinggi 3 meter itu terbuat dari bahan cokelat.
Siang itu (29/6), ada pemandangan berbeda di lobi Grand Surya Hotel Kediri. Sebuah miniatur masjid tampak menghiasi ruangan penerima tamu tersebut. Lebih dari itu, aroma cokelat juga sangat menusuk di hidung begitu memasuki lobi hotel di Jalan Dhoho 95, Kota Kediri ini.
Yang lebih menakjubkan adalah aroma cokelat yang menusuk itu tak lain berasal dari miniatur masjid. "Miniatur masjid ini kami buat dari bahan dasar cokelat compound tanpa campuran," ujar Del Piero, Public Relation Manager Grand Surya Hotel Kediri.
Uniknya, miniatur masjid yang dibuat itu mengadopsi desain bangunan Masjid Agung Kota Kediri. "Kami memilih Masjid Agung karena sebagai salah satu ikon yang dimiliki Kota Kediri. Pemilihan tersebut sekaligus untuk meng-explore kekayaan yang dimiliki Kota Kediri kepada tamu kami. Khususnya yang berasal dari luar kota maupun luar negeri," jelas Del Piero.
Untuk mewujudkan kreasi miniatur masjid berukuran lebar 3,5 meter dengan tinggi sekitar 3 meter itu bukan hal yang mudah. "Butuh belasan karyawan yang terdiri dari tim art hotel, tim kitchen serta beberapa karyawan yang membantu,"jelasnya.
Selain itu, butuh waktu satu bulan lebih hingga bisa menjadi wujud konstruksi bangunan. Untuk itu dibutuhkan sebanyak 25 kilogram cokelat. "30 hari untuk pembuatan konstruksi bangunan dan 3 hari untuk pelumuran cokelat," tandas Arief Samsul Hadi, executive chef di Hotel Grand Surya, kepada Radar Kediri.
Sama halnya dengan membuat sebuah bangunan, pembuatan miniatur Masjid Agung ini diawali dengan membuat desain. Setelah itu membuat pola konstruksi bangunan dari stereofoam. Kemudian baru dilumuri dengan cokelat.
"Cokelat yang terlebih dulu dilelehkan dengan proses steam (tim) itu dikuaskan ke setiap sudut dan bagian dari miniatur masjid," ungkap suami dari Ismiranti ini.
Membuat miniatur bangunan dari cokelat memang bukan kali pertama dilakukan Arief. Namun pada karyanya kali ini, ayah tiga anak tersebut mengaku, menemui beberapa kendala dalam proses pembuatannya.
Selain dari proses penguasan yang harus cepat, Arief kesulitan dengan detail yang lebih kecil. "Miniatur ini ukurannya lebih kecil dari karya sebelumnya, sehingga banyak detail bagian yang sangat kecil yang menyulitkan kami pada saat proses pelumuran cokelat," beber pria yang berdomisili di Desa/Kecamatan Wates itu.
Kesulitan juga muncul karena bahan kerangka bukanlah dari kayu. Melainkan hanya dari stereofoam. "Karena hanya stereofoam, makanya lebih ringkih saat disentuh. Sehingga saat pelumuran cokelat yang menggunakan kuas ini juga harus lebih hati-hati," paparnya.
Pada saat proses pelumuran cokelat, ada beberapa bagian konstruksi bangunan yang harus dilumuri dengan cara berbeda. "Seperti contohnya saat pelumuran cokelat pada bagian menara, kami lumuri dengan cara dibaringkan terlebih dahulu, baru setelah terlumuri kami berdirikan kembali," beber Arief.
Cara tersebut dilakukan agar konstruksi miniatur yang hanya terdiri atas stereofoam itu tidak runtuh. Belum lagi puluhan tiang yang berdiameter sekitar 2 sentimeter juga menjadi kesulitan tersendiri.
Begitu jadi, miniatur Masjid Agung itu langsung menarik perhatian tamu hotel. Terutama yang berasal dari luar negeri. Tak jarang tamu yang melalui lobi melakukan sesi foto terlebih dahulu. Tidak hanya itu, melihat bentuk bangunan masjid tersebut juga menarik rasa keingintahuan para tamu bule.
Sayangnya, cokelat yang diolah menjadi bangunan masjid ini tidak bisa dikonsumsi. Rencananya, bangunan masjid cokelat tersebut akan terus dipasang hingga Lebaran tiba. Untuk menjaga agar cokelat tetap pada tekstur awal, suhu ruangan lobi harus dijaga pada suhu 17°-18° celcius.
Arief berharap, tahun depan pihaknya bisa menyajikan dekorasi unik untuk para tamu hotel. "Semoga tahun depan kami bisa membuat dekorasi yang lebih unik," pungkasnya.