Setelah Disemprot, Tanaman Cabai Tak Keriting Lagi
Sampah diubah jadi pupuk organik? Itu biasa. Di tangan Akbar Rahmada Maulana, bisa juga jadi fungisida. Karya siswa MAN 3 Kediri berjudul Bio Auksin for Biodiversity yang mengupas soal itu pun berbuah penghargaan internasional.
“You got the best presentation (presentasimu yang terbaik),” kata Akbar Rahmada Maulana dengan mata berbinar karena gembira Kamis (6/11). Lima kata yang diucapkan oleh Ann Phua, direktur Hemispheres Foundation, selaku penyelenggara lomba karya ilmiah pada 7 September silam, itu begitu melekat di benaknya.
Pemuda yang akrab disapa Mada itu bisa jadi tak akan melupakan kata-kata Ann sepanjang hidupnya. Siang itu, Mada baru saja selesai presentasi singkat. Panitia hanya memberi waktu satu menit untuk mempresentasikan karya ilmiahnya yang beipuluh-puluh lembar.
Belum habis rasa dag dig dug karena penasaran dengan hasil babak penyisihan yang baru saja diikutinya, tiba-tiba perempuan berambut lurus yang sebelum duduk di barisan depan bangku penonton menghampirinya. Sambil menyalami, perempuan yang menjadi pejabat tertinggi lembaga penyelenggara lomba itu langsung menyalaminya.
Awalnya, pemuda berusia 17 tahun ini tidak tahu jika perempuan yang baru saja menyalami sambil memuji presentasinya adalah direktur Hemispheres Foundation. "Begitu tahu, saya langsung optimistis masuk babak final,” urai pemuda berambut lurus ini.
Benar saja, dari total 122 peserta dari seluruh negara Asia Pasifik yang masuk babak penyisihan, karya Mada berjudul Bio Auksin for Biodiversity masuk final. Total ada enam peserta yang masuk babak ini.
Selain empat peserta dari Indonesia, dua peserta lain dari Vietnam. Di babak puncak lomba tersebut, Mada diberi kesempatan presentasi lima menit. “Hampir sama dengan presentasi tahap penyisihan. Tapi, saya bisa sedikit lebih rinci menjelaskan,” paparnya.
Penelitian Mada berjudul Bio Auksin for Biodiversity atau Bio Auksin untuk keanekaragaman hayati memang menjawab tantangan di bidang pertanian. Selama ini, petani sudah mendapatkan pupuk organik. Tetapi, tetap saja mereka harus menggunakan fungisida kimia.
Uniknya, pemuda asal Perum Sukorejo Indah, Desa Sukorejo, Kecamatan Ngasem ini marnpu mengombinasikan sampah dan daun sirih merah untuk membuat pupuk organik sekaligus fungisida. Caranya pun sederhana. Sampah dari sisa sayuran di dapur dimasukkan fermentor atau alat fermentasi buatannya. Demikian juga daun sirih merah.
Setelah difermentasi selama dua minggu, cairan pupuk organik dan fungisida ini siap untuk digunakan. Apakah putra pasangan Dwi Raharjo dan Fefrida Siswati ini sudah membuktikannya? Ditanya demikian, Mada langsung mengiyakan.
Tanaman cabai di teras rumahnya yang keriting dan menguning bisa kembali hijau setelah disemprot cairan itu selama dua minggu. “Dosisnya tidak boleh kebanyakan. Harus pas. Kalau kebanyakan malah layu. Semprotnya dua atau tiga hari sekali,” urainya.
Penelitian unik inilah yang memikat dewan juri dari kementerian lingkungan hidup Singapura. Dalam lomba yang berlangsung di Politeknik Singapura itu, Mada menyabet predikat terbaik keempat. Sebagai hadiahnya, Hemispheres Foundation akan memberi bimbingan untuk melanjutkan penelitian.
Hadiah itu sangat berharga bagi Mada. Sebab, penelitiannya memang masih harus dilanjutkan. Dia berencana mengujikan hasil penelitiannya di laboratorium Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. “Selain bimbingan dari Singapura, rencananya saya akan mengajukan ke kementerian agraria dan Pertamina," kata pemuda jurusan IPS 4 ini bersemangat.
Sementara itu, tak hanya prestasi di bidang karya ilmiah yang diraih siswa MAN 3 Kediri. Januari lalu, Tajwa Zakkia, siswa kelas XII IPS 2, juga berhasil meraih prestasi tingkat internasional. Gadis yang tinggal di kelurahan Jamsaren ini meraih juara II ajang Bali Moks Junior Taekwondo International Championship 2014.
Dia menyisihkan puluhan peserta di kelas junior under 55 dari berbagai negara Asia. “Sekarang sedang bersiap untuk mengikuti kejurprov (kejuaraan provinsi) 21 November nanti,” kata gadis yang bercita-cita menjadi atlet taekwondo profesional ini.
Untuk bisa terus berprestasi, Tajwa, demikian dia biasa disapa, tak pernah letih berlatih. Dalam seminggu, empat hari di antaranya digunakannya berlatih. Itu belum termasuk latihan di rumah yang dilakukannya bersama Aries Fazichudin, sang ayah, yang juga pelatih taekwondo Kota Kediri.
Bagaimana bisa ada banyak prestasi yang ditelurkan siswa MAN 3? Wakil Kepala MAN 3 Bidang Humas Marwah mengatakan, sekolah selalu memfasilitasi siswa mengembangkan bakat dan prestasinya. 'Ada berbagai ekstrakulikuler yang disiapkan untuk siswa. Jika ada lomba, sekolah juga berusaha memberangkatkan. Jika biayanya besar, biasanya baru sharing,” beber Marwah.