Anggotanya Bisa Potong Balok 5x10 Cm dalam 4 Detik
Melihat pisau, kebanyakan orang memandangnya sebagai senjata tajam yang berbahaya. Namun, anggota Indonesian Blades Chapter Kediri ini justru menggemarinya. Pisau dianggap alat bantu kehidupan.
Aktivitas beberapa pemuda di halaman depan rumah, Kelurahan Ngadirejo, Kota Kediri terlihat unik siang itu (31/8). Menggunakan sebilah pisau, satu per satu pemuda itu beraksi. Awalnya, mereka memotong se- batang balok kayu sepanjang 2 meter yang diletakkan di atas meja. Balok itu diikat dengan tali agar tidak mudah bergeser.
Kemudian dengan gesit menebas tali. Lalu, air mineral dalam gelas plastik juga dilibas. "Semua harus terbelah dan terputus. Olahraga ini menggunakan kecepatan dan berapa lama durasinya saat melakukan pemotongan tersebut,’’ papar Wardana Ari Suhardi, koordinator komunitas Indonesian Blades Chapter Kediri, di sela-sela aktivitasnya ketika ditemui Jawa Pos Radar Kediri.
Komunitas penggemar pisau itu terbentuk di Kediri sejak November 2012.
Hingga kini anggotanya 12 orang. Mereka terkumpul dari berbagai profesi. Ada anggota TNI, ada pula polisi, wiraswasta dan lainnya. "Ketemu pencinta pisau di Kediri bermula dari perkenalan di Kaskus. Itu situs forum komunitas maya di internet,” kata Wardana.
Di awal pembentukannya, hanya terdiri atas tiga anggota. Kala itu, aktivitas kemahiran menggunakan pisau masih dianggap aneh. "Ya, saya juga merasa. Ada yang bilang aneh dengan kegiatan kami,” ujar anggota satlantas Polres Kediri berpangkat brigadir ini.
Namun begitu, Wardana tetap menghidupkan aktivitas pencinta pisau di Kediri. Kendati banyak yang miris dan menilai kegiatannya negatif. ' Ini selalu dianggap senjata,” kata bapak dua anak ini lantas menunjukkan pisau lipat dari saku celananya.
Padahal, sejatinya pisau itu hanya alat bantu dalam kehidupan. Artinya, benda tajam tersebut diciptakan untuk mempermudah kegiatan dalam hidup. Jadi jangan semata-mata memaknai pisau sebagai alat untuk kejahatan. "Dari pandangan tentang pisau saja kami sudah beda, bagaimana tidak dibilang aneh?” urainya sambil tersenyum.
Wardana pun tidak pernah lepas dari pisau lipat berukuran sekitar 10 sentimeter yang biasa dibawa di sebelah kantong celana. Alat itu selalu ia gunakan memotong kertas dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Oleh karena itu, Wardana selalu menempatkan posisi pisau sesuai dengan peruntukannya. Apalagi dirinya hobi memanjat gunung. ”Bawa pisau ukuran medium,” ungkap pria kelahiran 1984 tersebut.
Saat ini ada tiga jenis pisau yang dipakai komunitasnya. Yang berukuran kecil, panjangnya maksimal 15 sentimeter. Untuk ukuran sedang atau medium 25-30 sentimeter dan paling besar dengan ukuran 15inci. "Yang ukuran besar biasa digunakan untuk sport" kata polisi asal Desa Ngampel, Kecamatan Papar ini.
Seperti latihan yang dilakukan, Wardana menyebut, aktivitas itu menggunakan pisau besar. Lombanya disebut chopping, yakni memotong kayu, tali, dan air mineral dalam gelas plastik.
Selama ini, rekor MURI memotong kayu yang tebalnya 5x10 sentimeter di Indonesian Blades adalah 8 detik. Sayangnya, kala itu anggota komunitas dari Kediri tidak ikut lomba. "Kami pernah praktik dan waktunya bisa 4 detik,” aku Wardana. Memotong kayu dengan satu tangan membutuhkan kekuatan dan konsentrasi.
Selain berlatih, kegiatan komunitas pencinta pisau ini adalah sosialisasi serta aksi sosial. Mereka mendatangi banyak lokasi pande best, bahkan sampai Tulungagung. Pande besi itu diberi penyuluhan tentang standar keamanannya.
Sebab dalam membuat pisau, masih ada pande besi yang tak sesuai standar keamanan. "Gagangnya hanya ditancap tanpa dikunci, ini membahayakan saat mengayun," terangnya.
Pisau koleksi Wardana cukup banyak. Setidaknya ada 13 pisau dari berbagai jenis. Kebanyakan berasal dari luar daerah bahkan mancanegara. Bahkan ada pisau buatannya sendiri yang terinspirasi pisau raut dari Jepang. "Kalau pisau dari Jepang, Swedia, dan Amerika,” paparnya.
Harga pisau kecil dari Jepang Rp 1,5 juta. Harga tergantung ukuran dan ukirannya. Sebab pisau punya nilai seninya dan biasanya akan menjadi ciri khas pande besinya. "Kalau lokal dari Jombang harganya relatif murah Rp 300 ribu,” tambahnya. (ndr)