* Tak Diberi Gelatin, Permennya Berubah Jadi Dodol
"Nggak nyangka banget kalau permen bikinan kami bisa menjadi juara II di lomba KIR yang digelar Unesa," ujar Regina Denok Imaniar tentang prestasi yang baru diraihnya bersama Chorifatu Rizki Rahayu dan Lina Anggraini, kemarin.
Ditemui di ruang wakil kepala (waka) SMAN 3 Kediri, tiga gadis yang semuanya masih duduk di kelas X itu terlihat bersemangat menceritakan penelitian yang mereka lakukan. Sebagai siswa baru, penelitian permen pare yang menjadi penelitian pertama mereka memang sangat berkesan.
Apalagi, setelah dilombakan mampu meraih juara II, mengalahkan ratusan karya yang masuk ke panitia. Lomba karya ilmiah remaja (KIR) itu digelar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Surabaya (Unesa). "Idenya dari paman yang setiap hari harus makan buah pare," ungkap Regina.
Sang paman terpaksa harus mengonsumsi buah sayuran yang bernama latin Momordicha Charantia itu karena menderita kolesterol. Anggota keluarganya sendiri tidak ada yang doyan, Apalagi alasannya kecuali rasanya yang pahit.
Hasil pengamatannya itulah yang kemudian di diskusikan bersama Ayu panggilan akrab Chofifatu Rizki Rahayu dan Lina. Tiga siswi yang baru bergabung dalam klub KIR sekolahnya itu lantas mencari literatur di internet untuk mengetahui manfaat sayur pare.
"Ternyata banyak banget. Mulai menambah nafsu makan, mencegah malaria, mencegah HIV, penyakit kuning, hingga banyak penyakit lainnya," sambung Ayu.
Setelah memastikan manfaat pare yang begitu banyak, mereka lantas membahas produk yang bisa dibuat agar buah itu bisa disukai banyak orang. Setelah beberapa kali mencari alternatif, ketiganya sepakat untuk mengolahnya menjadi permen.
Minimnya pengalaman membuat eksperimen mereka tak langsung berhasil dalam sekali praktik. "Kami harus bolak-balik tiga kali sampai benar-benar menjadi permen seperti yang kami inginkan," lanjut Ayu.
Tantangan pertama yang harus mereka taklukkan adalah menghilangkan rasa pahit pada buah pare. Dengan percaya diri, mereka mencampur sawi hijau dengan pare. Komposisinya, satu kilogram pare dicampur dengan 0,5 kilogram sawi hijau. Ternyata, bukannya hilang rasa pahitnya, tetapi malah bertambah pahit.
Dengan hasil tersebut, Regina, Ayu, dan Lina lantas berusaha mencari alternatif lain. Kali ini, mereka mencampur pare dan sawi putih. Komposisinya dibuat sama. Yaitu, satu kilogram pare dicampur dengan 0,5 kilpgram sawi putih. "Alhamdulillah rasa pahit pare bisa hilang," beber Lina sambil tersenyum.
Meski bisa menghilangkan rasa pahit, bukan berarti mereka bisa langsung membuat permen. Awalnya, permen yang mereka bikin berwarna hijau tua dan mirip dengan dodol. Tidak bisa keras dan kenyal seperti permen.
Setelah dievaluasi, ternyata hal itu karena cara memblendernya yang kurang tepat. Mereka langsung memblender sawi dengan pare tanpa diberi gelatin. Unsur gelatin itu mereka temukan setelah searching di internet.
Makanya, dalam uji coba selanjutnya, gelatin pun ditambahkan plus agar-agar warna putih. "Hasilnya cukup memuaskan. Alhamdulillah, permennya bisa keras tapi kenyal," lanjut Lina.
Meski sudah bisa membuat permen yang kenyal dan keras, tapi Lina, Regina, dan Ayu masih belum puas. Rupanya, rasa permen bikinan mereka terlalu manis. Untuk yang satu ini, bukan perkara sulit. Mereka tinggal mengurangi gulanya pada percobaan berikutnya. Yaitu, dari 0,5 kilogram menjadi satu ons untuk setiap resep. Hasilnya, permen tidak terlalu manis.
Puas dengan penelitian yang dibuat, tiga dara ini pun lantas mendaftarkan karya mereka dalam lomba yang digelar di kampus Unesa Desember 2012 lalu. Dari total 108 karya yang masuk ke panitia, mereka berhasil masuk 10 besar dan dipanggil untuk melakukan presentasi.
Di situlah mereka diuji Lina, Ayu, dan Regina pun sempat grogi. Bahkan, di dua menit pertama, ketiganya sama-sama lupa tentang materi yang akan dipresentasikan. Padahal, di depannya sudah dipampang layar yang menampilkan materi itu. "Beruntung, ini nggak berlangsung lama. Setelah itu bisa menguasai keadaan," beber Regina.
Meski demikian, tetap saja mereka sempat kehilangan kepercayaan diri karena merasa tidak bisa tampil maksimal. Makanya, saat pembacaan pengumuman, Regina Cs bermaksud meninggalkan lokasi lebih cepat. Ini karena pada pengumuman pertama yang menyebut juara ketiga, nama mereka sudah tidak masuk.
Namun, saat hendak melangkah keluar itulah mereka justru dibuat kaget. Sebab, juara kedua yang disebut oleh dewan juri adalah kelompok mereka. "Kami langsung sujud syukur di lokasi. Dewan juri sampai memeluk kami semua," imbuh Regina sambil tertawa.
Dengan prestasi yang didapat, mereka bertekad untuk melanjutkan penelitian. Uang pem-binaan Rp 1,5 juta yang didapat akan digunakan untuk membuat penelitian baru.
Kediri, Radar