Menjadi sosok inspiratif sejatinya bukan tujuan utama Nursalim dan Ramadhanty. Mereka hanya ingin memberi kontribusi terbaik di setiap amanah dan aktivitas yang dijalani. Seperti apa sepak terjang guru dan murid ini hingga terpilih oleh Kemenag RI?
Meski jarum jam sudah menunjuk pukul 14.00 WIB Sabtu lalu (19/3), suasana di MTsN 2 Kediri masih ramai. Ratusan siswa berseragam cokelat tersebar di seluruh penjuru sekolah. Mereka sibuk dengan aktivitas ekstrakurikuler masing-masing.
Nursalim, sang kepala madrasah, juga tampak sibuk dengan para siswanya. Dia sedikit berlari saat hendak menemui Jawa Pos Radar Kediri. “Maaf harus menunggu,” terang pria berpeci hitam tersebut sambil tersenyum.
Ketika wartawan koran ini masuk ruang kerjanya, empat buku terlihat di atas meja. Dua di antaranya berjudul “Keteladanan Sosok Guru Madrasah Inspiratif” dan “Madrasah Mencetak Generasi Emas”. Ternyata di sanalah terselip profil Nursalim dan salah satu siswanya, Zayda Shafira Ramadhanty. Dia sebagai sosok inspiratif yang diangkat oleh Direktorat Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
“Kami didatangi tim dari Kemenag pusat akhir tahun 2015,” ungkap pria 52 tahun tersebut.
Tim ini jauh-jauh datang dari Jakarta untuk menggali lebih dalam sepak terjang Nursalim dalam mengembangkan madrasah. Pasalnya pada 2015, MTsN 2 Kediri dinilai mengalami kemajuan signifikan di bidang pendidikan, baik dalam hal prestasi maupun proses pembelajaran.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi inspirasi Nursalim mengembangkan sekolahnya. “Pertama adalah teori scaffolding atau penyangga,” terang pria asli Prambon, Nganjuk tersebut.
Inspirasi ini muncul saat dirinya membangun asrama siswa di belakang MTs. Pada pelaksanaan proyek tahun 2012 tersebut, Nursalim berpikir bahwa untuk membuat bangunan yang kokoh diperlukan banyak penyangga yang kuat. Begitu pula dengan madrasah yang sedang ia bina.
Demi mencapai visi misi sekolah, pria yang menjadi guru sejak umur 21 tahun tersebut harus bisa mengajak seluruh komponen bergerak selaras, serasi, dan seimbang. Potensi siswa yang sudah tersedia perlu disangga para guru-gurunya demi mendapatkan pencapaian prestasi yang optimal.
“Guru-gurunya harus bisa membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan menjaga semangat belajar siswa,” terang pria yang pernah nyambi menjadi asisten rumah tangga saat menempuh pendidikan guru agama Kota Kediri tersebut.
Sedangkan inspirasi kedua, didapatkan Nursalim dari filosofi induk ayam yang mengerami telurnya. Bahwa untuk bisa menetaskan generasi emas, induk harus sabar dan telaten mengerami telur-telurnya. Jika setengah-setengah, bisa jadi telur justru rusak semua.
Begitu pula dengan pola didik, asih, dan asuh yang diterapkan di sekolah yang berhasil melaksanakan UNAS Computer Based Test (CBT) tahun 2015 tersebut. Para guru harus sabar dan totalitas membimbing siswa. Sehingga mereka mantap menetas menjadi generasi emas.
“Bahkan ada ibu guru yang mempersilakan siswi binaannya menginap di rumahnya untuk dibimbing lebih intensif,” tambah pria nomor satu di madrasah tsanawiyah, Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri tersebut.
Tidak hanya itu, salah satu upaya riilnya adalah memberi dukungan penuh terhadap berbagai potensi siswa. Tidak hanya mereka yang jago di bidang akademik. Siswa yang memiliki bakat dan minat di bidang seni maupun olahraga juga jangan disepelekan. Sarana dan prasarana harus didukung sehingga mereka bersemangat mengasah potensinya.
“Tujuan madrasah ini adalah untuk mencetak siswa unggul dalam prestasi, Islami, terampil, kompetitif, inovatif, dan berakhlakul karimah,” tambahnya.
Saat ditanya resep mengembangkan madrasah, Nursalim hanya memberikan tiga kata kunci. Yakni komitmen, komitmen, dan komitmen. Makanya ada banyak siswa-siswinya yang berprestasi yang berhasil dicetak di sekolah yang ia bangun bersama dengan para guru.
“Karena prestasi madrasah ini, saya dijadikan guru inspiratif,” terang lulusan IAIN Surabaya tersebut.
Untuk pelajar, Zayda Shafira Ramadhanty juga terpilih menjadi siswi madrasah inspiratif oleh Kemenag. Remaja putri yang pernah meraih medali perunggu dalam Asian International Mathematic Olympiad (AIMO) 2014 itu merasa hasratnya terhadap matematika sangat didukung para guru. Mereka tidak lelah mengajari dan membimbing intensif, bahkan sampai menginap beberapa minggu di rumah mereka.
Makanya ke depan, meski banyak teman-teman lainnya yang ingin memasuki berbagai bidang dan jurusan yang dianggap keren seperti dokter, namun remaja asal Nambaan, Ringinrejo ini justru ingin menjadi guru. “Saya ingin membentuk generasi-generasi inspiratif lainnya,” pungkasnya.(ndr)
DINA ROSYIDHA
Sumber : Radar Kediri