"Tentu saja senang. Saya tidak pernah menyangka bisa juara karena saingannya berat-berat," kata Widad saat ditemui di rumahnya Perum Chanda Bhirawa Asri, rabu(11/7)lalu.
Memang, meski 2011 meraih predikat sebagai dokter cilik tingkat nasional, bukan berarti dia bisa melewati lomba ini dengan mudah. Putri pasangan Wiwie Dwi Martarina dan Sukardi ini harus melewati tahapan lomba dari awal. Yaitu, mulai tingkat kecamatan, kota hingga melenggang ke tingkat provinsi.
Di tiap tahapan, gadis yang menjadi langganan juara I di kelasnya itu harus mengikuti serangkaian tes. Mulai tes tulis, tes wawancara, hingga unjuk ketrampilan bakatnya. Tentu saja, semakin tinggi tingkatan seleksinya, bobot tes yang harus dihadapi semakin berat.
Di tingkat provinsi, 27-29 Juni lalu, Widad yang lahir pada 3 Agustus 2000 ini harus mengeluarkan seluruh kemampuannya. Betapa tidak, ada 90 soal tes tulis yang harus dikerjakannya. Semua meliputi pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPA, dan IPS. Soal tersebut harus selesai dalam dua jam.
Setelah itu, Widad masih harus mengarang serta memeragakan keterampilan wajib dan pilihan. Untuk yang wajib dia memilih menyanyi lagu nasional Indonesia Pusaka sedangkan yang pilihan, dia memilih menari.
"Mengarang yang paling sulit," akunya tentang serangkaian tes yang harus dijalani. Terutama saat menentukan tema. "Mikirnya cukup lama," sambung Widad yang akhirnya mengambil tema tentang kebersihan lingkungan. Tema itu dipilih karena dianggap paling dikuasainya. Maklum, saat memenangi lomba dokter cilik 2011, dia juga harus menguasai materi sejenis.
Hasilnya, dalam lomba yang digelar di Hotel Orchid, Batu itu, Widad dinobatkan sebagai juara I mengalahkan 37 peserta dari kabupaten/kota se-Jawa Timur. Dia berhak mengantongi hadiah Rp 1 juta plus trofi dan piagam. "Uangnya saya tabung saja. Nanti dipakai kalau sudah perlu," tutur Widad yang kemarin didampingi Wiwie, sang ibu.
Tapi, prestasinya itu harus dibayar mahal. Gara-gara sibuk mempersiapkan diri untuk lomba, konsentrasi belajarnya menghadapi ujian semester terpecah. Akibatnya, rangking I yang selalu digenggamnya sejak kelas satu lepas.
Semester genap kelas lima lalu dia melorot ke rangking II. "Saya akan belajar lebih keras lagi," janjinya untuk menebus hal itu. Dia juga ingin mengukir prestasi di ajang nasional nanti.
Radar kediri