*Dipanggil Prof karena Jus Sampahnya Kalahkan Pupuk Kimia
"Saya bukan profesor" ujar Sujiman saat ditemui Radar Kediri di Rumah Kompos Kelurahan Lirboyo, Senin (30/7) lalu. Karena itu, Sujiman langsung memberi tanda silang pada gelar Prof di sertifikat yang diberikan salah satu lembaga saat menjadi peserta seminar tentang pengolahan sampah.
Kesalahan dalam penulisan gelar itu diduga karena lembaga tersebut tidak mengenal dengan baik Sujiman. Sehingga, ketika Walikota dr. Samsul Ashar memanggil Sujiman dengan embel-embel profesor, mereka menganggapnya serius dan menuliskannya pada sertifikat. "Panggilan profesor itu sebenarnya hanya guyonan,” ujarnya.
Pendidikan terakhir Sujiman adalah Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Kabupaten Kediri. Dia lulus pada 1982. "Saya tidak kuliah, apalagi dapat gelar profesor,” ujar lelaki yang juga pedagang mie ini.
Meski tidak mengenyam bangku kuliah dan menyandang gelar profesor, bukan berarti kemampuan Sujiman bisa dipandang sebelah mata. Kemampuan bapak empat anak ini dalam hal mengolah sampah patut diacungi dua jempol. Dia mampu mengolah sampah organik dan anorganik dengan baik.
Yang terbaru, Sujiman mampu menciptakan jus sampah. Nama jus sampah diambil karena cara pembuatan pupuk organik itu seperti jus. Yakni, sampah organik yang masih segar dimasukkan ke drum. Kemudian, dicampur dengan ramuan khusus seperti tetes tebu dan obat-obatan untuk membusukkannya. Lalu, dibolak-balik dan dibiarkan selama 30 hari.
Setelah sebulan, jus sampah bisa digunakan untuk memupuk berbagai macam tanaman. Yaitu, dengan mencampurnya terlebih dulu dengan air. Persentasenya 1:40. "Kalau terlalu kental tanaman bisa mati," ingat Sujiman. Setelah itu baru digunakan untuk menyiram tanaman.
Untuk menguji khasiat jus sampah, Sujiman membuat rumah kaca di area Rumah Kompos Kelurahan Lirboyo. Berbagai macam tanaman seperti tomat dan cabe diberi perlakuan berbeda. Satu disiram dengan pupuk jus sampah, Satu lagi dengan pupuk kimia.
Hasilnya, tanaman yang disiram dengan jus sampah tumbuh lebih subur. "Buahnya juga lebih lebat," ujar Sujiman sambil menunjukkan tanaman tomat yang dipupuk dengan pupuk organik buatannya tersebut.
Untuk membuat pupuk ini, Sujiman mempunyai bahan baku yang tidak bisa ditawar. Yaitu, sampah yang digunakan harus sampah organik yang masih fresh. "Seperti sisa sayur-mayur yang tidak digunakan memasak oleh ibu-ibu," terangnya. Sayur-mayur basah itulah yang kemudian dibusukkan.
Meski hingga kemarin Sujiman belum bisa memastikan kandungan jus sampah buatannya, permintaan dari warga sudah mengalir. Mereka banyak yang meminta pupuk organik tersebut kepadanya. Harganya pun murah karena Sujiman tidak mematok tarif khusus. "Seikhlasnya saja," kata dia.
Bahkan, Sujiman lebih senang jika ada yang mau belajar membuat jus sampah sendiri. Untuk itu, dia tak segan-segan memberikan teknik dan tips pembuatannya. Tujuannya, agar sampah organik tidak menjadi masalah, melainkan bisa dimanfaatkan dengan baik. "Membuat jus sampah sangat mudah. Ibu-ibu rumah tangga bisa jika mau belajar," ujarnya.
Lalu, kapan jus sampah itu bisa diujikan ke laboratorium agar bisa diketahui kepastian kandungannya?. "Menunggu dananya terkumpul dulu" jawab Sujiman yang juga mendaur ulang sampah anorganik ini menjadi produk kerajinan. Misalnya, dompet, tas, dan keranjang. "Dompet saya juga dari daur ulang sampah. Ini sebagai contoh jika sampah plastik juga bisa dimanfaatkan kembali," ujarnya sambil menunjukkan dompet yang terbuat dari plastik bungkus deterjen.
Radar Kediri