Drumnya dari Kaleng Cat, Kendangnya Galon Air Mineral Memanfaatkan limbah, pegawai Dinas Tata Ruang, Kcbersihan, dan Pertamanan (DTRKP) Kota Kediri bisa membentuk grup musikyang apik. Penampilan mereka memikat peserta bimbingan teknis (bimtek) kader bank sampah pekan lalu.
"Puas banget, ternyata bisa tampil kompak," seru Riski Yulianto Prabowo, salah satu pemain grup musik 'sampah' usai pentas di Hotel Lotus, Senin (27/5) lalu. Pementasan itu memang terasa sangat istimewa bagi penyanyi dari pemain musiknya. Bukan hanya karena mereka pentas di depan Wali Kota Samsul Ashar dan puluhan kader bank sampah se-Kota Kediri. Akan tetapi, yang membuat lebih istimewa adalah alat musik yang mereka mainkan. Sesuai acara yang bertema sampah, alat musik mereka juga dari sampah. Mulai kaleng bekas cat, botol bekas galon air mineral, hingga bekas tutup minuman bersoda.
Adapun pria yang akrab disapa Bowo itu kebagian memainkan drum yang disusun dari tiga bekas kaleng cat, itu tantangannya. Drum asli dengan drum kaleng cat pasti beda," tutur pria yang menjadi drummer dalam DTRKP and Friends Band ini.
Yang lebih menantang adalah waktu latihan yang sangat pendek. Bersama enam pemain musik lainnya, mereka hanya mempunyai waktu selama seminggu untuk latihan. Bagian tersulitnya ada pada penyelaisaan nada. Butuh waktu hingga berhari-hari.
Maklum, menyamakan nada antara barang-barang bekas itu dengan alat musik aslinya bukan hal yang mudah. Misalnya, mencari nada drum di antara susunan tiga bekas kaleng cat. Demikian juga ketika harus mencari nada yang sama dari gendang di galon air mineral.
“Akhirnya memang tak bisa menemukan nada yang sama. Makanya, kami cari yang rancak dan enak didengar saja," kenang pria 27 tahun bertubuh subur ini sambil tertawa. Dalam waktu tiga hari itulah, Bowo dkk harus berlatih keras. Erik dan Endar mendapat tugas menabuh galon. audi dan Sugiono memainkan ecek-ecek. Fani menabuh satu kaleng cat. Sedangkan, Sekretaris DTRKP Soebowo memainkan ukulele.
Mereka sepakat menggubah lirik lagu Denok Gandolane Ati dan Tali Kutang menjadi lagu bertema kota hijau. "Nadanya ketemu, giliran mengatur temponya yang kesulitan," sambung Bowo yang tinggal di Jl Soekamo-Hatta, Tepus, Sukorejo, Ngasem ini.
Dengan alat musik yang tak lazim, tempo antara satu dengan lainnya tidak bisa sama. "Ini yang sempat bikin pusing. Sampai latihan terakhir, galonnya tetap tidak bisa sama temponya terlalu lambat," tuturnya. Bahkan setelah berlatih berkali-kali, mereka juga tetap tak bisa kompak. Di detik terakhir akhimya enam personel band dan para penyanyi yang terdiri dari para kabid, kasi, dan staf DTRKP sepakat untuk tampil lepas saja.
Ajaibnya, di depan para pejabat Muspida, grup ini malah tampil kompak. Temponya tak ada yang keteteran. Ternyata setelah kami tampil malah bisa mengatur tempo dengan baik. Pertunjukan sukses," bebernya.
Vokalis 'band sampah' ini juga memberikan kesan mendalam dari penampilan mereka. Seperti dituturkan oleh Kabid Tata Ruang dan Penerangan Jalan Umum (PJU) Datik Indri Jaswati. Bersama Kasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Puguh Rahayu, staf tata usaha (TU) Anik, dan staf kebersihan Meli, mereka harus mampu menyelaraskan nada lagu bersamaan dengan musik rancak dari sampah itu. “Awalnya aneh, tapi setelah dua kali latihan jadi tidak ada masalah yang serius," kenangnya sambil tertawa.
Salah satu yang membantu adalah nada asli lagu Denok Gandolane Ati dan Tali Kutang yang cukup familiar. Sehingga, meski irama yang keluar dari alat musik sampah itu tak bisa sama persis, mereka tak menemui masalah. "Akhirnya malah seru. Latihan dua hari dan kami langsung pentas," imbuhnya.
Apakah tak kapok jika diminta pentas lagi? Ditanya memo dan, Datik menjawab dengan senyum. Perempuan yang hobi menyanyi ini mengaku bangga bisa terlibat dalam pertunjukan itu. Apalagi, selain bermusik mereka bisa menyampaikan pesan untuk memanfaatkan kembali sampah yang ada di sekitar kita. Sehingga, tak akan menambah overload TPA Klotok.
Kediri, Memo