* Bikin Game Animasi agar Anak Peduli Kesehatan Giginya
Pengalaman pahit masa kecil menimbulkan ide pada tiga mahasiswa kedokteran gigi ini. Mereka meneliti hingga membuat metode penyuluhan agar anak-anak lebih peduli merawat giginya. Hasil riset mereka akhirnya berbuah prestasi.
Jarum jam menunjukkan pukul 12.30 ketika Radar Kediri berada di Institut Ilmu Kesehatan (IIK) Kediri, Jl Wachid Hasyim, kemarin (23/10). Di kantin kampus itu suasana cukup teduh. Maklum, di luar matahari bersinar sangat terik.
Dari sana terlihat sejumlah mahasiswa yang mengenakan seragam praktik berlu-lalang. Beberapa saat menanti, seorang mahasiswi datang menghampiri. Penampilannya modis dan segar. Mengenakan celana panjang warna gelap dan baju pink cerah berlengan pendek, gadis ini menyapa ramah.
"Maaf Mas, baru selesai salat," ujarnya singkat. Mahasiswi ini lantas mengenalkan namanya Ade Yuly Harizca. Ade yang kuliah di fakultas kedokteran gigi adalah salah satu anggota tim IIK yang baru saja memenangi lomba 2nd Jember Dentistry Scientific (IDS) Festival dalam kategori Research Report.
Lomba ini diikuti mahasiswa kedokteran gigi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia pada 10-11 Oktober. Termasuk, dari universitas ternama Jatim, Unair, maupun dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. Bahkan tidak hanya dari Jawa, lomba juga diikuti dari luar pulau. Di antaranya dari Sumatra dan Aceh.
Tim mahasiswa Aceh dari Universitas Syiah Kuala meraih juara II dalam lomba ini. Sementara peringkat ketiga direbut tim Universitas Jember. "Tema yang dilombakan tentang teknologi dan seni," ujar Ade.
Ade satu tim bersama Yolanda Kartika Asmarani dan M. Riza Firdaus. Dalam lomba itu. mereka memaparkan bagaimana memperbaiki cara pandang terhadap kesehatan gigi. "Ya, tambahan pengetahuan kedokteran gigi juga," tuturnya sambil tersenyum.
Tak lama di tengah obrolan, mahasiswi yang mengenakan kerudung berwarna pink dengan senyum gigi kawat mendekat. Dengan ramah ia lantas mengulurkan tangan bersalaman dan memperkenalkan dirinya, Yolanda Kartika.
"Mas, teman saya satunya masih sakit," ujar Yolanda dengan nada yang sedikit kecewa. Yang dia maksud adalah M. Riza. Maklum mereka meraih juara tersebut secara bersama-sama.
Apalagi Riza yang berasal dari Kota Baru, Kalimantan Selatan itu memiliki peran penting saat melakukan research. "Dia pandai cari solusi saat buntu,” ujar Yolanda teman satu angkatannya.
Walaupnn hanya berdua, mahasiswa yang beda semester ini begitu kompak menjelaskan materi saat lomba. "Kami sepakat ambil aplikasi game," kata keduanya kompak. Kendati berasal dari mahasiswa kedokteran gigi (KG), kelompok mereka sadar akan kebutuhan teknologi.
"Beruntung dosen pembimbing kami bisa mengajari tentang teknologi," ujar Ade yang berasal dari Tulungagung dengan semangat.
Tantangan dalam lomba itu adalah bagaimana peran dokter gigi saat ini dalam mencari solusi agar masyarakat sadar menjaga kesehatan giginya. "Selama ini yang dilakukan hanya penyuluhan yang sifatnya mendikte," timpal Yolanda.
Karena itu, tim IIK lantas membuat metode penyuluhan yang berbeda. Yakni sosialisasi dengan game atau permainan yang edukatif. Sasarannya adalah anak-anak. "Untuk itu, kami persiapkan selama 7 bulan," terangnya.
Dengan game ini, anak akan lebih mudah mengingat. Game yang dibuat mirip dengan kuis itu berisi materi-materi yang menjawah pertanyaan. "Kalau salah balik ke awal lagi," imbuh Ade.
Hasil karya mereka memiliki tujuh pertanyaan. Salah satunya adalah "Mengapa gigi berlubang"?. Kemudian, di game tersebut akan ada gambar yang memaparkan bacaan seperti gigi sehat dan juga akibat malas gosok gigi.
Dalam lomba tim mahasiswa IIK memang hanya memberikan tujuh pertanyaan. Itu untuk tahap awal. "Nanti kalau mau dikembangkan kita siap. Tapi butuh orang-orang IT agar terlihat lebih rapi dan profesional," tambah Ade.
Dengan metode game ini, nantinya bisa dijadikan metode baru untuk melakukan penyuluhan. Terutama kepada anak-anak. "Semoga adik-adik tidak boring lagi," harap kedua mahasiswi ini kompak.
Yang menarik, ide membuat game tersebut ternyata justru terinspirasi dari pengalaman pahit mereka pada saat kecil. "Ternyata cerita semasa kecil kami bertiga sama," papar Yolanda yang asli Lumajang. Pengalaman ketiganya adalah merasa jenuh saat mengikuti penyuluhan.
"Tahu nggak Mas, kalau seperti itu aja kepada anak-anak saya yakin tidak akan nyantol,” ujar Ade mahasiswa semester sembilan disambut gelak tawa adik kelasnya, Yolanda. Untuk itu, ketiganya lantas melakukan survei terkait dengan kebutuhan anak dalam menyerap informasi yang di yakini bisa jadi acuan. “Yah kami temukan, adalah game animasi. Targetnya anak umur 9-10 tahun," ujar mahasiswi berambut panjang itu.
Memilih anak umur 9-10 tahun bukan juga tanpa alasan. Saat itu anak pasti memiliki perkembangan saraf sensorik dan motorik yang luar biasa. "Game yang bergambar animasi akan bisa diinterpretasikan secara langsung," tambah Yolanda. Kedua mahasiswi ini sangat fasih menjelaskan manfaat hasil penelitiannnya.